Semoga kamu dalam keadaan sehat ya. Gimana kegiatan selama di rumah aja? Apakah ada yang punya kebiasaan baru? atau lagi asyik meneruskan hobi lama?
Kalau ditanya kegiatan apa yang dilakukan selama di rumah aja, selain work from home, saya juga lagi suka masak nih hehehe. Kapan-kapan saya share ya menu apa saja yang berhasil saya buat di blog ini.
Selain memasak, saya juga punya kebiasaan baru nih, yaitu nonton Netflix. Saya memang sudah lama langganan Netflix, tapi nontonnya jarang karena biasanya udah capek duluan sama kerjaan kantor. Terus pas weekend, kalau lagi inget aja nontonnya :(
Nah, daripada pusing lihat pemberitaan soal PSBB dan corona,nih saya kasih rekomendasi pilihan tayangan Netflix yang bisa nemenin hari-hari kamu selama di rumah aja..
Atypical
![]() |
Sumber foto: https://www.tribunnewswiki.com/ |
Saya tahu series ini dari melihat ig story-nya Fellexandro Rubi (tahu dong koko ganteng ini siapa?) yang share soal tayangan-tayangan Netflix favorit dia. Saya tertarik karena tema dari cerita ini mengangkat cerita soal anak remaja yang mengalami autisme sedang berusaha mencari pacar.
Tema yang sangat menarik bukan? Atypical sendiri ada 4 season, 3 season sudah ada di Netflix dan season terakhir akan tayang tahun 2021. Saya baru menonton season 1 yang terdiri dari 8 episode.
Kenapa menurut saya ini series yang bagus? Di film ini saya merasa penonton diajak untuk memahami spektrum autisme dan apa saja dampaknya bagi orang di sekitarnya. Kisahnya juga ringan dengan fokus kehidupan sehari-hari. Ditiap episode selalu ada hal-hal yang bisa kita ambil pelajaran.
Salah satu pesan yang saya suka dari serial ini adalah orang tua dan adik Sam selalu berusaha ada untuk Sam, meski ayahnya Sam, Dough sempat meninggalkan keluarganya selama beberapa bulan. Terus cara orang tuanya Sam mendidik Casey (adik Sam) untuk menerima dan melindungi kakaknya dan tidak egois dengan dirinya sendiri yang memang normal.
Lalu bagaimana orang tua Sam saling dukung satu sama lain. Ini bisa terlihat di salah satu episodenya di mana ibu Sam, Elsa merasa khawatir dengan anak laki-lakinya yang berniat mencari pacar. Elsa takut Sam akan sedih, patah hati, kecewa, dan lain-lain. Sementara sang Ayah, Dough justru memberikan beberapa tips bagi Sam untuk mendekati lawan jenis.
Satu dialog yang saya ingat di serial season 1 Atypical, saat Sam berkata
"Orang berpikir orang dengan autis tak punya empati. Tapi itu tak benar. Terkadang aku tak tahu apa orang marah. Tapi setelah tahu, aku sangat berempati".
Memang benar, karakter Sam digambarkan sangat to the point dan jujur menyampaikan sesuatu yang ada dalam kepalanya. Makanya untuk orang normal, sifat dari Sam itu dianggap mengganggu bahkan menyakiti perasaan orang di sekitar Sam.
Setidaknya dengan menonton Atypical, muncul rasa empati karena kita sedikit lebih tahu karakter dari orang dengan autisme.
Breakfast, Lunch & Dinner
![]() |
Sumber foto: Netflix.com |
Kalau suka tayangan yang menceritakan soal makanan sambil jalan-jalan mengenal budaya suatu kota, mungkin Breakfast, Lunch & Dinner bisa kamu tonton. Ini merupakan series dari David Chang, koki international yang cukup terkenal dan pendiri Momofuku Noodle Bar.
Serial ini baru ada satu season yang terdiri dari 4 episode. Masing-masing episode Chef David Chang ditemenin sama selebriti untuk mencicipi makanan lokal saat sarapan, makan siang, dan makan malam di 4 kota besar sambil membahas berbagai topik. Di tiap episode juga David dan para bintang tamu ngobrol sama orang lokal untuk bahas makanan, budaya, sejarah, dan lain-lain.
Episode pertama, Vancouver with Seth Rogen, episode kedua Marrakesh with Chrissy Teigen, episode ketiga Los Angeles with Lena Waithe, dan Phnom Penh with Kate McKinnon. Nah, 4 kota yang dipilih itu ternyata hasil rekomendasi dari 4 selebriti di atas lho. Jadi pasti pemilihannya cukup personal.
Kayak misalnya alasan Kate McKinnon milih Phnom Penh (Kamboja) karena dia suka negara yang tidak ada konsepsi Amerika. Sedangkan Chrissy Teigen memilih Marrakesh (Maroko) karena dia telah empat kali ke sana dan merasa memiliki pengalaman istimewa saat berkunjung ke Marrakesh.
Episode pertama, Vancouver with Seth Rogen, episode kedua Marrakesh with Chrissy Teigen, episode ketiga Los Angeles with Lena Waithe, dan Phnom Penh with Kate McKinnon. Nah, 4 kota yang dipilih itu ternyata hasil rekomendasi dari 4 selebriti di atas lho. Jadi pasti pemilihannya cukup personal.
Kayak misalnya alasan Kate McKinnon milih Phnom Penh (Kamboja) karena dia suka negara yang tidak ada konsepsi Amerika. Sedangkan Chrissy Teigen memilih Marrakesh (Maroko) karena dia telah empat kali ke sana dan merasa memiliki pengalaman istimewa saat berkunjung ke Marrakesh.
Masing-masing episode berdurasi 43-44 menit. Ada dua episode yang paling saya suka, yakni episode Marrakesh dan Phnom Penh. Pertama, selain makanan yang dikenalkan adalah makanan halal, kedua cerita budaya di dua kota (Marrakesh dan Phnom Penh) lebih kental.
Di episode Marrakesh, sang pemandu mengatakan jika orang Marrakesh jarang makan di restoran. Jika makan di restoran mereka lebih suka yang lokasinya dekat dan harganya murah.
Terus saya suka episode ini karena David dan Chrissy berkunjung ke rumah salah satu orang lokal. David dan Chrissy dihidangkan makanan khas Marrakesh, yakni Tagine ayam. dan couscous. Tagine sendiri adalah tungku yang digunakan untuk menghangatkan makanan). Diajarkan juga budaya orang Marrakesh makan tagine, yakni biasanya di piring besar dan orang-orang mengelilinginnya untuk menyantapnya. Pokoknya di episode bersama Chrissy Teigen, rasa lokalnya dapat banget!
Kalau episode di Phnom Penh, Kamboja saya suka karena lebih banyak membahas sejarah negara tersebut dan makanannya. Disebutkan juga kalau makanan Kamboja banyak dipengaruhi oleh bumbu-bumbu India, sayur dan ikan dari China, dan makanan barat dari Perancis.
Dan yang paling seru lagi, Kate dan David sempat juga makan di atas tuk tuk (kendaraan sejenis bajaj), makan di tengah padatnya pasar, dan makan malam di atas perahu. Menarik, kan?
Selain itu saya suka dengan cara Chrissy Teigen dan Kate McKinnon di serial ini karena mereka berani mencoba berbagai makanan unik. Seakan mereka pasrah dengan rasa yang bakal mereka dapatkan saat mencicipi makanan baru tersebut. Yang ada di pikiran saya "ya ini lah yang saya tunggu!"
Contohnya, Kate McKinnon yang seorang vegetarian pertama kali mencoba Durian, dalam bentuk Durian Fruit Ice Cream. Kate bilang rasanya seperti susu atau tahu basi. Tapi dia menghabiskan ice cream tersebut.
Di episode Marrakesh, sang pemandu mengatakan jika orang Marrakesh jarang makan di restoran. Jika makan di restoran mereka lebih suka yang lokasinya dekat dan harganya murah.
Terus saya suka episode ini karena David dan Chrissy berkunjung ke rumah salah satu orang lokal. David dan Chrissy dihidangkan makanan khas Marrakesh, yakni Tagine ayam. dan couscous. Tagine sendiri adalah tungku yang digunakan untuk menghangatkan makanan). Diajarkan juga budaya orang Marrakesh makan tagine, yakni biasanya di piring besar dan orang-orang mengelilinginnya untuk menyantapnya. Pokoknya di episode bersama Chrissy Teigen, rasa lokalnya dapat banget!
Kalau episode di Phnom Penh, Kamboja saya suka karena lebih banyak membahas sejarah negara tersebut dan makanannya. Disebutkan juga kalau makanan Kamboja banyak dipengaruhi oleh bumbu-bumbu India, sayur dan ikan dari China, dan makanan barat dari Perancis.
Dan yang paling seru lagi, Kate dan David sempat juga makan di atas tuk tuk (kendaraan sejenis bajaj), makan di tengah padatnya pasar, dan makan malam di atas perahu. Menarik, kan?
Selain itu saya suka dengan cara Chrissy Teigen dan Kate McKinnon di serial ini karena mereka berani mencoba berbagai makanan unik. Seakan mereka pasrah dengan rasa yang bakal mereka dapatkan saat mencicipi makanan baru tersebut. Yang ada di pikiran saya "ya ini lah yang saya tunggu!"
Contohnya, Kate McKinnon yang seorang vegetarian pertama kali mencoba Durian, dalam bentuk Durian Fruit Ice Cream. Kate bilang rasanya seperti susu atau tahu basi. Tapi dia menghabiskan ice cream tersebut.
Saya membaca beberapa artikel luar negeri untuk mencari tahu pendapat tentang series ini. Kebanyakan berpendapat jika Breakfast, Lunch & Dinner tidak sebagus Ugly Delicious yang juga dibawakan David Chang. Ada yang berpendapat jika series Breakfast, Lunch & Dinner tidak sedalam Ugly Delicious dalam membahas makanan.
Jujur saja saya belum menonton Ugly Delicious. Mungkin ada dari kamu yang sudah menontonnya? Kalau sudah coba sampaikan di kolom komentar ya.
Membaca judulnya mungkin kamu sudah tahu tayangan ini akan mengisahkan apa? yup film dokumenter berdurasi satu jam 29 menit ini akan bercerita soal kehidupan setelah tidak menyandang status ibu negara dan perjalanan Michelle Obama melakukan tur ke 34 kota pada 2019 untuk mempromosikan bukunya yang berjudul sama dengan film dokumenternya.
Pada film ini Michelle juga menemui dan membagi berbagai pesan-pesan inspiratif pada anak muda dan komunitas. Tak lupa disampaikan kisah perjuangannya sebagai kaum minoritas, bagaimana ia bisa menonjol di lingkungan yang kurang menerimanya, dan peran kedua orang tuanya dalam membentuk pribadi Michelle hingga bisa seperti sekarang.
Ada beberapa bagian di mana Michelle menceritakan kisah masa kecilnya di Chicago, remaja, bertemu Barack, dan sampai akhirnya dia bisa menjadi FLOTUS.
Ada beberapa pesan yang saya sukai, di antaranya, ketika ada seorang perempuan muda berkulit hitam bertanya pada Michelle
Alasan lain mengapa film dokumenter Becoming ini bagus, tidak hanya fokus menceritakan perjalanan hidup Michelle Obama, tapi juga diceritakan beberapa anak muda yang terinspirasi setelah membaca buku Becoming dan mereka jadi lebih termotivasi untuk menata masa depan meski mereka termasuk kaum minoritas di Amerika Serikat.
Saran saya, baiknya film dokumenter ini jangan dihapus di My List kamu meski sudah menontonnya. Percayalah, film ini tidak membosankan untuk dinikmati berkali-kali (saya sendiri sudah menontonnya dua kali). Jika kamu sedang butuh motivasi, saya rasa film ini bisa membuatmu bangkit dan lebih kuat lagi. Cobain, deh :)
Baca juga: 5 Buku untuk Perempuan Rayakan International Women's Day!
Sebelum akhirnya saya menyaksikan miniseri ini, beberapa teman saya sudah menonton dan memamerkannya di Insta Story mereka hehehe. Jujur, pas baca judulnya, saya pikir ini film yang agak seram dan membahas kefanatikan suatu agama. Yang kedua benar sih, tapi ngga seseram yang saya bayangkan.
Singkatnya, miniseri yang terdiri dari 4 episode ini mengangkat kisah seorang perempuan pemberani (Esther Saphiro atau yang dipanggil Esty) usianya 19 tahun yang tidak mau terkungkung dengan segala tradisi dan aturan yang ada dalam keluarganya maupun keluarga suaminya yang menganut agama Yahudi fanatik.
Yang saya suka, film ini setidaknya menyampaikan pesan bagi penontonnya, khususnya kaum perempuan untuk berhak menentukan pilihan dalam hidupnya.
Ada satu adegan dalam episode ketiga di mana ibu mertua Esty datang ke rumahnya dan memberikan sebuah benda yang bisa digunakan untuk mempermudah Esty berhubungan badan dengan suaminya. Di film diceritakan Esty mengalami vaginismus.
Ibu mertuanya bilang jika Esty harus melayani anaknya di atas ranjang, (suaminya Esty bernama Yanky Saphiro) dengan sebaik mungkin layaknya seorang raja. "Kau harus mengatasi ini sebelum anak itu hilang percaya diri. Kau harus membuatnya merasa seperti raja."
Nah, yang saya suka Esty bilang kalau suaminya adalah raja, berarti dia juga ratu. Di mana maksudnya Esty juga berhak diperlakukan sama dengan Yanki Menurut saya ini dialog yang mencerminkan kesetaraan dalam pernikahan.
Belum lagi pesan-pesan tersirat di mana Esty menjadi sosok perempuan kuat dan nekat untuk pergi meninggalkan suami, nenek, bibi, dan ayahnya yang tergabung dalam komunitas Satmar Hasidic (Komunitas cabang Yahudi Ortodoks di Williamsburg, Brooklyn, Amerika Serikat). Esty memilih tinggal di Jerman demi melihat tempat berbeda dan berusaha mengejar kecintaannya terhadap musik.
Menurut saya Shira Haas sangat bagus memerankan peran Esty yang digambarkan sebagai perempuan kaku, polos, kuat, berani mendobrak nilai-nilai yang dipercayai dan mencoba hal-hal baru serta mempertanyakan banyak hal. Sangat bertolak belakang dengan suaminya Yanky Saphiro yang pasrah, penakut, sangat patuh pada orang tua, dan agama Yahudi yang dipercayai.
Unorthodox bakalan mengaduk-ngaduk emosi penontonnya sih. Kalau saya, geregetan melihat Yanky, yang manut-manut aja sebagai laki-laki yang punya akal dan perasaan :(
Maaf kalau saya ngga menyampaikan jalan cerita dari ke empat tayangan Netflix di atas. Karena sesungguhnya sinopsis bisa kamu cari di Google, ya. Selamat menonton dan kalau ada rekomendasi tayangan Netflix yang seru selain horor dan thriller, kasih tahu saya ya di kolom komentar :)
Becoming
![]() |
Sumber foto: Netflix.com |
Pada film ini Michelle juga menemui dan membagi berbagai pesan-pesan inspiratif pada anak muda dan komunitas. Tak lupa disampaikan kisah perjuangannya sebagai kaum minoritas, bagaimana ia bisa menonjol di lingkungan yang kurang menerimanya, dan peran kedua orang tuanya dalam membentuk pribadi Michelle hingga bisa seperti sekarang.
Ada beberapa bagian di mana Michelle menceritakan kisah masa kecilnya di Chicago, remaja, bertemu Barack, dan sampai akhirnya dia bisa menjadi FLOTUS.
Ada beberapa pesan yang saya sukai, di antaranya, ketika ada seorang perempuan muda berkulit hitam bertanya pada Michelle
"Bagaimana caramu sebagai perempuan kulit hitam bertahan dengan situasi yang sering tidak dianggap oleh lingkungan sekitar?"Jawaban Michelle adalah
"Aku tak pernah merasa tak dianggap. Karena orang tuaku membuatku selalu merasa dianggap. Ibuku membolehkan aku dan kakakku bertanya apapun saat di meja makan. Kita tak bisa menunggu dunia menerima kesetaraan untuk merasa dianggap. Tak akan terjadi dengan satu presiden satu suara. Kau harus cari alat dalam dirimu untuk merasa dianggap dan didengar serta menyuarakannya."Ada lagi, saat Michelle menghadiri forum diskusi, salah satu perempuan muda bertanya bagaimana kau menghindari stigma bahwa seseorang dikatakan pintar jika ipknya sekian-sekian, berasal dari universitas mana, dan sebagainya (Melihat sesuatu hanya dari angka atau statistik). Michelle menjawab:
"Hal yang membuatmu lebih sekadar dari statistik yaitu saat kau melihat dirimu lebih dari sekadar statistik dan mulai berpikir siapa dirimu? apa yang kau pedulikan? apa yang membuatmu gembira? lihatlah kekuatan dari kisah hidupmu"
Alasan lain mengapa film dokumenter Becoming ini bagus, tidak hanya fokus menceritakan perjalanan hidup Michelle Obama, tapi juga diceritakan beberapa anak muda yang terinspirasi setelah membaca buku Becoming dan mereka jadi lebih termotivasi untuk menata masa depan meski mereka termasuk kaum minoritas di Amerika Serikat.
Saran saya, baiknya film dokumenter ini jangan dihapus di My List kamu meski sudah menontonnya. Percayalah, film ini tidak membosankan untuk dinikmati berkali-kali (saya sendiri sudah menontonnya dua kali). Jika kamu sedang butuh motivasi, saya rasa film ini bisa membuatmu bangkit dan lebih kuat lagi. Cobain, deh :)
Baca juga: 5 Buku untuk Perempuan Rayakan International Women's Day!
Unorthodox
![]() |
Sumber foto: https://fashioncommentator.com/ |
Singkatnya, miniseri yang terdiri dari 4 episode ini mengangkat kisah seorang perempuan pemberani (Esther Saphiro atau yang dipanggil Esty) usianya 19 tahun yang tidak mau terkungkung dengan segala tradisi dan aturan yang ada dalam keluarganya maupun keluarga suaminya yang menganut agama Yahudi fanatik.
Yang saya suka, film ini setidaknya menyampaikan pesan bagi penontonnya, khususnya kaum perempuan untuk berhak menentukan pilihan dalam hidupnya.
Ada satu adegan dalam episode ketiga di mana ibu mertua Esty datang ke rumahnya dan memberikan sebuah benda yang bisa digunakan untuk mempermudah Esty berhubungan badan dengan suaminya. Di film diceritakan Esty mengalami vaginismus.
Ibu mertuanya bilang jika Esty harus melayani anaknya di atas ranjang, (suaminya Esty bernama Yanky Saphiro) dengan sebaik mungkin layaknya seorang raja. "Kau harus mengatasi ini sebelum anak itu hilang percaya diri. Kau harus membuatnya merasa seperti raja."
Nah, yang saya suka Esty bilang kalau suaminya adalah raja, berarti dia juga ratu. Di mana maksudnya Esty juga berhak diperlakukan sama dengan Yanki Menurut saya ini dialog yang mencerminkan kesetaraan dalam pernikahan.
Belum lagi pesan-pesan tersirat di mana Esty menjadi sosok perempuan kuat dan nekat untuk pergi meninggalkan suami, nenek, bibi, dan ayahnya yang tergabung dalam komunitas Satmar Hasidic (Komunitas cabang Yahudi Ortodoks di Williamsburg, Brooklyn, Amerika Serikat). Esty memilih tinggal di Jerman demi melihat tempat berbeda dan berusaha mengejar kecintaannya terhadap musik.
Menurut saya Shira Haas sangat bagus memerankan peran Esty yang digambarkan sebagai perempuan kaku, polos, kuat, berani mendobrak nilai-nilai yang dipercayai dan mencoba hal-hal baru serta mempertanyakan banyak hal. Sangat bertolak belakang dengan suaminya Yanky Saphiro yang pasrah, penakut, sangat patuh pada orang tua, dan agama Yahudi yang dipercayai.
Unorthodox bakalan mengaduk-ngaduk emosi penontonnya sih. Kalau saya, geregetan melihat Yanky, yang manut-manut aja sebagai laki-laki yang punya akal dan perasaan :(
Maaf kalau saya ngga menyampaikan jalan cerita dari ke empat tayangan Netflix di atas. Karena sesungguhnya sinopsis bisa kamu cari di Google, ya. Selamat menonton dan kalau ada rekomendasi tayangan Netflix yang seru selain horor dan thriller, kasih tahu saya ya di kolom komentar :)