Lyfe with Less Meet Up: Sustainable and Minimalist, Why Not?

 

Masih lanjutan postingan dari Lyfe with Less (LWL Meet up) minggu lalu. Di sesi kedua ada pembahasan Sustainable and Minimalist, Why Not? bersama Mas Adhi Putra Tawakal dari Tukr yaitu perusahaan yang mengumpulkan minyak jelantah untuk diolah menjadi biofuel dan Mbak Nada Arini Co- Founder Ruang belajar hidup berkelanjutan Sustainable Indonesia. 


Sesi ini diawali cerita pengalaman Mbak Nada yang bercerita awal mulanya beliau tergerak untuk menerapkan sustainable living.

Semuanya ini bermula ketika Mbak Nada dan anak-anaknya berkunjung ke bantar gebang dan beliau melihat sendiri bagaimana tumpukan sampah, kumuhnya, dan tidak layaknya tempat tersebut di dekat pemukiman warga. 

Yang buat Mbak Nada tertantang itu bukan size sampahnya tapi dampak yang dihasilkan dari sampah untuk orang di sekitarnya. Di sana sering ditemui pemandangan ibu yang menyuapi anaknya di keliling lalat di mana-mana. Mbak Nada merasa bersalah karena sampahnya ada juga di Bantar Gebang. 

Mbak Nada jadi berpikir kalo nggak berubah untuk ngurangin sampah, maka anak-anaknya kelak bisa terdampak. Bisa aja nanti sampahnya ada di depan rumah anaknya. Sampahnya nggak berkurang dan manusia di bumi makin banyak.

Sementara untuk penerapan minimalisnya secara nggak sadar, Mbak Nada sudah lama menerapkannya, tapi nggak tahu istilah namanya minimalis. Dulu pas anak-anak masih kecil, Mbak Nada dan suaminya memutuskan untuk homescholing, itu sehari-harinya Mbak Nada ngerasa kerjaan rumahnya nggak selesai-selesai. 

Sistem yang dibuat Mbak Nada agar membuat dirinya terhindar dari overwhelmed adalah menentukan jam prioritas. Contoh jam 9 harus selesai beberes. Meskipun belum selesai semua pekerjaan rumah, tapi di jam 9 itu Mbak Nada harus berhenti melakukan pekerjaan rumah. Sisanya bisa dilanjutkan nanti. 

Dengan cara ini, baru tersadar kalo banyak barang yang nggak terpegang sama Mbak Nada, jadi teronggok di tempatnya aja, termasuk mainan anak-anaknya. Walaupun mainannya dikeluarin tapi yang dimainin itu-itu aja, saking banyaknya mainan. Anak-anak jadi terdistraksi. Bukannya makin happy karena mainannya banyak. 

Mulai dari situ Mbak Nada memilah mana barang yang tidak terpegang dan mana yang masih akan disimpan dan akan dirawat. Saat banyak barang, rasanya seperti banyak pikiran karena semua barang seperti minta diperhatikan. 

Setelah semua barang dikurangi, pikiran jadi lebih tenang, mengambil keputusan juga jadi tidak terburu-buru, hidup jadi lebih ringan dan rumah jadi tidak sesak.

Peran Individu dalam Membantu Mengelola Limbah Konsumsi Sehari-hari

Masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk memilah. Walaupun sudah disediakan tempat sampah terpilah di berbagai area, tapi kesadaran ini belum merata. 

Mas Adhi memberikan tips bagaimana cara beliau mengelola limbah di rumah. Tipsnya adalah lakukan, kumpulin, biasakan, dan berikan pada pihak yang bisa mengelola. Misalnya untuk limbah minyak jelantah, bisa diberikan ke Tukr.

Mungkin buat masyarakat yang baru mengenal kebiasaan memilah sampah bakal penasaran, kenapa sampah harus dipilah. Mas Adhi menjelaskan, buat waste management yang mengelola plastik dan lain-lain, itu biayanya mahal sekali kalo mereka yang harus sortir sendiri. Jadi kalo sampah kita udah disortir, itu sangat membantu. 

Karena nantinya sampah-sampah yang sudah dipilah itu akan menjadi komoditas baru, misalnya plastiknya di supplay menjadi barang baru, atau minyak jelantah yang nantinya akan ekspor menjadi bio fuel. Jadi diperlukan partisipasi masyarakat untuk membiasakan diri memilah sampah di rumah. 

Cara Mempraktikkan Kebiasaan Sustainable dan Minimalis di Rumah



Minimalist dan sustainability itu saling melengkapi nggak harus milih salah satu. Kalo minimalism itu dampaknya lebih banyak ke diri kita sendiri. Diri jadi lebih ringan, lebih conscious dalam membeli. Kalo sustainability itu lebih mikirnya dampaknya bukan cuma diri sendiri tapi juga lingkungan, orang lain, dan lingkungan di sekitar kita. 

Dalam praktek sehari-harinya ketika membuat keputusan, ketika ngobrol sama diri sendiri, pertanyaannya ditambahkan, apa nih dampak pilihanku sama lingkungan sekitar, apa nih dampak pilihan kami terhadap ekonomi lokal kami. Jadi, mikirnya bukan cuma baik untuk diri sendiri tapi juga lingkungan. 

Memulai praktek praktek sustainable living bisa dari memilih satu action atau habit yang mau dilakukan. Misalnya mau mengurang limbah jelantah dulu, atau mau lebih conscious, dan membeli baju seperti mau beli yang lokal, beli yang dari brand fokus ke lingkungan, bahannya yang aman buat lingkungan dan lain-lain. 

Jadi pilih yang satu dulu, sampe udah konsisten dan otomatis baru nambah lagi yang lain. Jangan terlalu banyak dulu, nanti pusing dan nyerah. 

Saat memulai minimalis dan sustainability saat kita mendeclutter sesuatu, jangan lupa mind declutter juga ya. Jangan sampe kita pengen rapi, dan sustain semua, malah nambah pikiran baru.

1 liter minyak jelantah, mencemari 1 juta liter air bersih. Belum lagi kalo dia menyumbat pipa, atau kalo dibiarkan ditaro di depan rumah, bisa diambil sama orang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan minyak curah yang nggak jelas yang bisa merusak kesehatan. 


Cara Agar Bijak Berkonsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam urusan fashion, Mas Adhi sharing pandangannya, menurutnya kalo kita sudah menemukan personal style atau ciri khas berpakaian kita sehari-hari, bakal membantu kita untuk nggak impulsif membeli sesuatu yang tidak penting yang bukan mencerminkan diri kita. Kalo nggak cocok dengan personality dan personal style kita mending nggak usah beli. 

Jadi sebaiknya cari personal style kita sendiri supaya kalo ada produk atau hal yang lagi tren muncul padahal nggak sesuai dengan diri sendiri, nggak bakal terpengaruh. 

Mbak Nada menambahkan, dengan barang yang sedikit dan barang yang aku butuhkan aja bisa fokusin hidup, waktu, dan energi ke hal-hal yang lebih bermanfaat. 

Dengan sustainability itu kita jadi lebih membawa diri jadi lebih bermakna. Mbak Nada memberikan masukkan coba kita berpikir lebih besar dari diri sendiri. Kalo kita bagian dari sesuatu yang besar dan kita cuma bagian kecil aja di bumi ini. Tapi ternyata dari rumah, meskipun ibu rumah tangga, ibu-ibu  bisa membuat perubahan dengan dampak yang besar dari kegiatan sehari-hari. 

Itu membuat hidup jadi meaningful. Jadi sehari-hari ibu-ibu bisa membuat kebaikan dari rumah, yang mungkin nggak kelihatan sekarang hasilnya, tapi mungkin akan kelihatan hasilnya akan dirasakan oleh anak-anak. 

Kayak kita lagi sedang investasi, seperti milih sabun apa, baju apa, kita sedang investasi masa depan untuk generasi yang akan datang.

Tantangan Terberat Menjalani Sustainability dan Minimalism Secara Bersamaan

Tantangannya itu kalau lagi serakah pengennya sempurna semua, pengen semuanya dikerjain, nganggep semuanya aku bisa. Padahal waktu dan tenaga terbatas. Kalau lagi serakah akhirnya pasti error, karena ngerasa gagal semua rencana yang pengen dilakukan di hari itu atau kita ngerasa nggak ada orang yang mengerti kita. Padahal orang nggak perlu ngertiin kita, kita aja yang perlu melakukan praktiknya terus menerus. 

Bisa juga energi diri lagi rendah, terus ada orang yang nggak sepakat sama kita. Jadi, kita harus terus menerus kurasi, fokus, dan menentukan prioritas supaya kita energinya ada terus. Misalnya coba lakuin 3 maksimal kegiatan besar aja yang mau dilakukan tiap hari biar nggak gampang ke trigger atau emosi. 

Bagaimana Mengelola Limbah di Rumah ala Mbak Nada dan Mas Adi

Dulu Mbak Nada sempet bikin limbah minyak jelantah buat dijadiin lilin dan sabun, tapi seiring berjalannya waktu di RT tempat Mbak Nada tinggal ada tempat mengumpulkan minyak jelantah. 

Sedangkan Mas Adhy memilah sampah plastik, botol, kaleng langsung dikasih ke pemulung dengan dikumpulin di masing-masing plastik khusus, sehingga pemulung tinggal ngambil aja. 

Bagaimana Menyikapi Packaging dari Ecommerce yang Begitu Banyak?

Kita sekarang udah dipermudah sama e-commerce yang serba instan dan mudah, tapi yang jadi permasalahan adalah limbah kemasan seperti plastik yang sulit dihindari. Meskipun kadang kita sudah hubungi penjualnya dan meminta untuk dibungkus plastik, tapi tetap saja ada kemasan sekali pakainya. 

Pandangan Mbak Nada, sebenarnya itu sangat wajar karena di tempat kurirnya sendiri barang customer itu dilempar dari jarak yang jauh, jadi kalo nggak dibubble wrap ya rusak barangnya. Jadi agak serba salah. Yang penting kita sudah berupaya mencoba mengurangi limbahnya dengan bicara langsung ke penjual, karena mau gimana pun kita perlu barangnya. 

Cara menyiasatinya adalah dengan membuka kemasan sekali pakai seperti bubble wrap pelan-pelan supaya nggak ada yang robek dan masih bisa digunakan lagi. Setelah itu ditawarkan ke orang yang menjual barang pecah belah. Misalnya, temennya ada yang jual pot, kita bisa kasih ke mereka. 

Bisa juga dengan mengumpulkan bubble wrap dan diberikan ke waste management yang menerima dan mengolahnya. 

Karena kalau kita mau ngubah sistemnya, memang di Indonesia belum sepenuhnya bisa untuk barang-barang tertentu seperti makanan beku atau barang pecah belah. Meskipun sekarang ada pengganti bubble wrap yang kertas itu tapi itu nggak diterima sama kuriernya, karena diperlukan ketahanan luar biasa buat si barangnya nggak rusak sampai ke tangan konsumen.  

Bisa juga caranya dengan jangan kebanyakan belanja. Jadi kalau mau beli sesuatu diprioritaskan mana yang benar-benar diperlukan. Selain itu, ketika belanja bisa sekaligus banyak disatu tempat untuk mengurangi tidak kebanyakan packaging dan mengurang carbon emission.

Bagaimana Caranya Meningkatkan Rasa Percaya Diri Meskipun Ada Orang yang Menganggap Baju Kita Itu-itu Aja?

Kita harus tahu apa tipe baju yang kita sukai dan beli aja baju model itu. Tidak masalah kalo mau ada variasi warna seperlunya saja. Kalo kita masih suka insecure apa kata orang, mungkin kita belum mau embrace prinsip-prinsip hidup kita. 

Tapi kalo kita udah yakin pilihan hidup kita tepat, sebenarnya nggak ada masalah bicara apa adanya. Kalo ada yang judge atau ngomongin kita soal pilihan fashion misalnya beli preloved dan lain-lain, biarin aja. 

Selama kita tahu barang preloved-nya masih bagus dan berfungsi baik, terus harganya lebih affordable, kenapa nggak. Kita yakin aja sama prinsip kita sendiri.

Mbak Nada menambahkan, kalo ada yang komen kenapa bajunya itu-itu aja, kita bisa lihat dulu ini komennya ke arah julid atau kepengen tahu. Kalo arahnya julid, kita bisa kasih jawaban why not. Tapi, kalo mereka pengen tahu, kita bisa jelasin alasannya. Karena pada dasarnya nggak semua orang harus tahu alasan kita. Yang penting yang tahu alasan kita itu kita sendiri, kenapa kita mau melakukannya. Aku mau sustainable karena apa, aku mau minimalis karena apa.

Orang lain pilihannya beda nggak apa-apa, semua orang berhak punya pilihan dan pendapat. Kita nggak perlu jelasin panjang lebar dan membela pendapat kita. Biarin aja. 

Bagaimana Kalau Kita Lagi Tidak Bisa Mengelola Sampahnya, Tapi Disatu Sisi Kita Nggak Mau menyumbang Sampah ke TPA.

Kalau lagi ada dimood serakah, pengen milah sampah, tapi malas nyuci, tapi saat itu nggak mau nyampah. Itu bukan opsi. Kita harus sadari betul, opsiku sekarang apa sih? Kalau lagi ada waktunya buat nyuci-jemur sampah yaudah lakukan. Tapi, kalau pekerjaan rumah lagi banyak, yaudah prioritaskan pekerjaan rumah dulu. Jangan serakah biar kita bisa optimal mengerjakan pekerjaan yang mau dikerjakan dan tidak merasa bersalah.

Kitakan sistemnya belum terbentuk. Jadi kita harus mandiri dari rumah dan kita harus bikin keputusan-keputsan kecil di rumah tiap hari kayak gitu. Kalau menuntut sempurna, belum bisa. Jadi memang secara sadar harus ambil keputusan sendiri. Kalo hari ini bisa nyuci yaudah lakukan, kalo nggak bisa yaudah besok coba lagi. Jadi jangan keras sama diri sendiri.





















 







You Might Also Like

0 comments