Eka Rahmawati

  • Beranda
  • Profil
  • Makan
  • Sehat
  • Cantik
  • Jalan
  • Buku&Film
  • Belajar


Kalau ada yang nanya, salah satu makanan favorit saya apa? Pasti salah satu yang akan saya sebut diurutan atas selain pempek adalah bubur ayam. Nah, di postingan kali ini saya mau share pengalaman makan bubur yang enaaaaak banget. 

Jumat (30/08/2019) saya dan teman kantor sekaligus yang selalu menemani saya kulineran, namanya Vice (baca: vice bukan vais hehehehe) pergi ke tempat makan Bubur Cap Tiger yang lokasinya tidak jauh dari kantor kami di Blok M, Jakarta Selatan. 

Sebenarnya awal mula saya tahu tempat makan ini dari postingan insta story Kak Teppy (Stephany Josephine) yang merupakan seorang blogger beberapa waktu lalu. Terus pas lihat postingan tersebut, saya tergugah untuk mencobanya.

Sejarah Bubur Cap Tiger 

Seperti gambar yang ada di atas bertuliskan "Cap Tiger Bubur Ayam Mangga Besar " jadi memang tempat ini adalah cabang dari tempat makan Bubur Cap Tiger yang sudah ada di daerah Mangga Besar, Jakarta Barat. Saya belum pernah sih datang ke tempat tersebut,  mungkin next-nya bakal ke sana.

Dari informasi yang saya peroleh dari Republika Restoran Bubur Ayam Cap Tiger adalah bisnis yang dibangun dari seorang dokter kulit bernama Dr Jhon Darmawan yang awal mulanya membuka restoran bubur ala kawasan Mangga Dua, Jakarta Barat. 
Baca juga: Jajal Makanan dan Minuman Khas Makassar di Kedai Pelangi Menteng

 Tempat 

Saya dan Vice naik Go-Car ke tempat makan ini. Kalau tidak jeli, bisa-bisa kamu terlewat, karena posisinya yang nyempil antara klinik C(E)K.dan tempat makan Cut The Crab . Di antara dua tempat tersebut nanti ada lorong kecil di samping klinik menuju ke tangga lantai 2, nah di situlah tempatnya. Sebenarnya dengan tempat yang diapit oleh dua tempat besar tadi, untuk mencari parkiran agak susah ya. Mungkin kalau mau numpang parkir sama tempat lain, bisa juga.

Kesan pertama saya ketika sampai di sana, kok agak seram ya, karena lampu luar-nya agak redup ke-merah-merahan. Saat pertama kali tiba pengunjung disambut dengan lukisan tradisional bertema chinese.  Pokoknya kita bisa langsung terasa nuansa chinesee-nya namun minimalis pas ada di area luar maupun masuk ke dalam tempat makan yang beralamat di jalan Cikajang ini. 

Saya dan Vice ditanya oleh salah seorang pelayan di sana apakah ingin makan di area no smoking atau smoking area. Karena saya dan Vice tidak merokok, kami pilih yang di area dalam atau no smoking area. Di area dalam, kita bisa melihat dapur yang dibuat terbuka. Jadi pengunjung yang makan bisa juga melihat proses memasaknya.

Tempatnya sendiri kecil, panjang, tapi ngga sumpek. Kursi dan meja yang disediakan berderet dan cukup dekat satu sama lain. Kami duduk di tengah-tengah antara dua pasangan berpacaran. Huhuhuhu. 



Bubur Merah Ayam 


Wahhh bubur ini sangat lezat. Dari segi tekstur, cukup lembut, kental, dan padat meski masih sedikit terasa bentuk nasinya namun itu tidak mengganggu sama sekali bahkan, membuat rasanya unik di lidah. Bagi kamu yang suka sama bubur yang teksturnya agak kasar, ini bisa jadi pilihan.

Toppingnya ada ayam yang disuir dan taburan daun seledri. Saat memakannya, rasa jahe sangat terasa dan gurih. Adanya rasa jahe inilah bikin bubur makin terasa hangat. Terus ya, kalau kita makan buburnya saja rasanya enggak tawar seperti kita makan nasi merah. Harga satu porsi bubur merah ayam dikenakan Rp45.000.

Bubur Ikan Putih 


Kalau bubur yang satu ini juga ngga kalah nikmat. Ikan yang dipakai di sini adalah ikan dori lho dan sangat terasa sekali ikannya. Yang membedakan dari bubur merah ayam adalah jahe di sini lebih terasa atau lebih banyak. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa amis dari ikan-nya kali ya. Dari sisi teksturnya lebih lembut dari bubur merah. Satu porsi bubur putih ikan dihargai Rp45.000.

Telur Pitan 


Saya baru dengar nih makanan yang satu ini. Kalau Vice ngga inisiatif pesan, mungkin makanan yang satu ini ngga bakal saya lirik. Hehehe. Telur pitan sendiri merupakan telur hitam, atau yang juga sering disebut telur seribu tahun. Ini adalah makanan khas Tionghoa yang berasal dari telur ayam atau itik yang dibuat dengan cara diawetkan di dalam campuran abu, garam, kapur tohor, lempung, dan sekam padi selama beberapa waktu. 

Saat proses pengawetan, biasanya kuning telur akan berubah menjadi hijau gelap dan menjadi seperti krim yang memiliki bau belerang. Untuk bagian putih telurnya akan mengalami perubahan warna  menjadi kecokelatan atau hitam dan sedikit transparan.

Rasanya menurut saya sangat amis, teksturnya tidak lembek sih hanya sedikit aneh di lidah saya. Mungkin karena baru pertama kali juga nyobain ini. Telur pitan yang dikasih ada 6-8 buah. Ini dikenakan harga Rp22.000.

Oh iya, kalau kita pesan bubur di sini, itu pasti akan dikasih satu mangkuk berisi cakwe yang garingnya pas yang sudah dipotong-potong. Selain itu, dikasih juga sambal dari kecap asin yang dicampur potongan cabai hijau.

Baca juga: Pertama Kali! Nyobain Coto Makassar Senen Syamsul Daeng Awing

Pelayanan 

Soal pelayanan, tempat makan yang satu ini juara sih. Pelayanannya cepat, pelayannya juga banyak dan responsif. Mereka juga ramah-ramah. Kalau dari segi penampilan mereka juga rapi-rapi.

Harga

Total harga pesanan kami bubur ayam putih dan bubur merah ikan, telur pitan, dan dua gelas liang teh adalah Rp152.000. Total ini sudah termasuk pajak ya. Memang sih kalau dilihat sepertinya agak mahal untuk makanan bubur, tapi jangan salah. Kalau sudah coba bubur di sini, dijamin kamu ngga bakal menyesal. 

Kamu ingin mencoba bubur Cap Tiger ini? Datang saja di hari Selasa - Kamis, Minggu pada pukul 17.00-01.00. Sementara Jumat-Sabtu 17.00-03.00. Senin libur.



Kalau saya disuruh milih mana bubur yang saya suka, saya pilih dua-duanya karena emang beneran enak. Beda sama bubur ayam lainnya. Sementara Vice, lebih suka bubur merah ayamnya. Saya puas banget makan di sini. Meskipun hanya bubur saja, tapi kenyang makannya apa lagi banyak juga makanan pelengkap yang ditawarkan.

Kalau saya ada kesempatan makan di sini lagi, saya bakal pesan menu pelengkapnya lebih banyak, seperti ayam rebus atau panggangnya sama sayur asinnya. Mungkin ada dari kamu yang baca postingan saya ini, bakal penasaran makanan di sini halal atau ngga? Nah kabar gembiranya, di sini HALAL ya.

Kamu yang mau nyobain bubur ayam dengan rasa yang beda, bisa banget nih cobain Bubur Cap Tiger yang ada di Jl. Cikajang, RT.6/RW.6, Petogogan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170.

Baca juga: Cicipi3 Kuliner Yogyakarta yang Tak Boleh Dilewatkan


  • 21 Comments

Saya baru sempat menuliskan pengalaman outing kantor tahun ini ke Hong Kong, padahal sudah berlangsung dari tanggal 4 April -7 April 2019 lalu. Ini merupakan perjalanan kedua saya ke luar negeri, setelah sebelumnya kantor saya mengadakan outing ke Bangkok, Thailand pada 2018 lalu. 

Baca juga: First Time Go Abroad, First Time Visit Bangkok

Awalnya saya tidak mengira jika kantor akhirnya memutuskan untuk melancong ke Hong Kong tahun ini. Karena perkiraan saya adalah, Singapore sebagai negara tujuan. 

Namun, Tuhan memang sangat baik, kami bisa pergi outing empat hari tiga malam ke negara yang sedikit jauh dari Indonesia. Dari Jakarta Menuju Hong Kong sendiri memakan waktu sekitar lima jam. Ada beberapa hal yang saya pelajari saat berkunjung ke negara bekas jajahan Inggris ini.

Sangat Tertib dalam Menggunakan Eskalator

Baik saat di Bandara Hong Kong, stasiun MTR (MRT di Hong Kong), atau tempat yang menyediakan eskalator masyarakatnya sangat tertib dalam menggunakan  fasilitas umum ini. Di Hong Kong, berlaku aturan tidak tertulis jika tidak ingin mendahului antri-lah di sebelah kanan. Sementara bagi orang yang sedang terburu-buru terutama dijam-jam sibuk seperti pergi dan pulang kerja bisa jalan atau mendahului di sebelah kiri. 

Dilarang Buang Sampah dan Meludah Sembarangan 

Di Hong Kong aturan ini bukan cuma wacana saja. Ini terbukti dari adanya aturan denda HK$1500 atau sebesar Rp2.790.000 jika ada yang ketahuan buang sampah sembarangan. Saat itu, 1 dollar Hong Kong bernilai Rp1.860. Jujur saja, saat saya tiba di Hong Kong dan melihat kondisi jalanan-nya, yang ada di pikiran saya, "Kok bisa ya Hong Kong sebersih ini?" Karena selain peraturan denda yang sangat menguras kantong tadi, saya rasa alasan utamanya adalah karena wilayah dan penduduk dari mayarakat Hong Kong sendiri tidak sebanyak Indonesia. Jadi ya tidak terlalu sulit juga untuk menerapkan peraturan tersebut. 

Selain itu, di tempat-tempat umum disediakan tempat sampah. Jadi siapa pun tidak akan kesulitan untuk membuang sampah dan ngga perlu sampai menyimpan sampah dalam tas atau saku segala.

Sementara kalau meludah sembarangan info yang saya peroleh dari berbagai sumber, pengunjung bisa terkena denda  HK $1500 atau sebesar Rp2.790.000-.  Peraturan ini didasarkan pada kasus wabah SARS di tahun 2003 lalu yang sempat menyebar. Ya iyalah kalau pada buang ludah sembarangan kan jadinya bisa mengganggu kesehatan dan mencemari lingkungan. Saya juga paling sebel kalau ada orang yang meludah sembarangan. Apalagi kalau kita lagi makan di pinggir jalan.

Sumber: https://phinemo.com

Merokok Bukan pada Tempatnya, Uang Melayang 

Yang bikin saya makin kagum dengan kota ini adalah masyarakatnya juga diajarkan tertib untuk tidak merokok sembarangan. Saya bukan perokok dan tentunya sangat senang dengan peraturan ini. Hehehe. Akan ada banyak tanda larangan merokok yang bisa kamu temui, baik di  angkutan umum, MTR, bandara,  pusat berbelanjaan, dan tempat makan.

Di jalan-jalan biasanya akan disediakan tempat untuk merokok, yakni di lokasi-lokasi di pinggir jalan yang terdapat tempat sampah dengan asbak besar di atasnya. Hong Kong juga memberlakukan denda bagi siapa saja yang ketahuan merokok bukan pada tempat yang disediakan. 

Denda yang dikenakan, yakni bisa mencapai HK $5.000 atau sekitar Rp9.300.000. Pelancong asing yang mau masuk ke Hong Kong juga hanya diperbolehkan membawa rokok 19 batang.

Adanya peraturan ini tentu sangat baik buat para perokok biar ngga sembarangan merokok dan tidak mengganggu orang lain.



Hati-hati Kalau Menyebrang

Jangan coba-coba untuk menyebrang sembarangan kalau kamu lagi ada di Hong Kong, karena bisa-bisa kamu 'ditodong' denda sebesar HK$600 atau sekitar Rp1.116.000. Kalau mau menyebrang, kamu harus menunggu sampai lampu rambu untuk pejalan kaki menyala warna hijau, itu baru boleh menyebrang. Tapi, meski jalanan di Hong Kong sedang lengang, jangan coba-coba melanggar, karena jika ada petugas yang melihat itu, siapkan uang sebesar yang saya sebutkan di atas.

Saat di Hong Kong saya jarang sekali merasakan kemacetan. Jalanannya begitu lengang dan tertib. Transportasi di sana juga sudah cukup baik dari segi fasilitas dan ketepatan waktu.





Jangan Harap Bisa Berkali-kali Menawar 

Ini sebagai tambahan. Sempat diberitahu oleh teman saya, kalau saat melakukan pembelian di pasar tradisional di Hong Kong seperti Ladies Market, jangan menawar sampai berkali-kali. Maksudnya begini, biasanya kan kalau di Indonesia kita suka menawar dari harga A, ke harga B, bahkan ke harga C.

Terus kalau misalnya ngga jadi beli yaudah paling dijutekin sama penjualnya. Di sini, jangan harap kamu bisa melakukannya. Kalau kamu sampai menawar berkali-kali dan ujung-ujungnya ngga jadi beli, penjualnya bisa marah. Intinya, kalau kita menawar, si penjual akan menganggap kita ingin dan harus beli barang tersebut.

Salah satu tipsnya adalah jika penjual buka harga terlalu tinggi, baiknya langsung pergi saja. Namun kalau ditawarkan mulai dari dua kali harga wajar, bisa ditawar, 1/3 dari harga awal atau setengah harga awal.
Berbelanja di Ladies Market, Hong Kong


Kalau sampai melanggar aturan-aturan di atas (kecuali yang terakhir), siap-siap bakal ditagih sama petugas Imigrasi Hong Kong jika ingin keluar wilayah tersebut. 

Kalau baca pengalaman saya ke Hong Kong di atas, jadi makin tertarik ngga sih buat mengunjungi  Hong Kong? Jangan lihat aturannya yang begitu banyak, ya. Coba deh kalau aturan-aturan di atas itu diterapkan di Indonesia? Betapa rapi-nya negara kita tercinta ini kan?

Ya buat kamu yang mau berkunjung ke salah satu negara yang masih kental budaya Tiongkok-nya, Hong Kong bisa jadi salah satu alternatifnya. Kira-kira tahun depan kantor saya bakal ajak karyawannya ke mana lagi, ya? 


  • 5 Comments

"Dan kasih rekomendasi dong makanan khas kampung lo, yang enak selain coto Makassar?" Tanya saya di hari Jumat sore (26/07/2019) kepada Ardan yang memang orang Makassar asli.

Tanpa babibu Ardan langsung mengetik nama "Kedai Pelangi Menteng" di browser-nya. Terus dia bilang "Nih lu coba dateng deh ke Kedai Pelangi yang ada di Menteng. Di sini ada banyak makanan khas Makassar". 

"Lu harus coba mie titi-nya. Dia macam mie goreng kering yang ada kuahnya. Oh terus sama coba nasi goreng merah, sama es palu butung."  Katanya dia lagi antusias. 

"Oke udah gue catet. Besok gue mau ke sana sama Vice (teman kantor saya yang lain)."

Nah berbekal rekomendasi dari Ardan, berangkatlah saya dan Vice di hari Sabtu (27/07/2019) tengah panas yang terik ke Kedai Pelangi di daerah Menteng. 

Saya dan Vice memesan beberapa menu, di antaranya Mie goreng kering atau mie titi, nasi goreng  seafood merah, coto Makassar, dan es palu butung.  Ini dia masing-masing bentuknya. 

Mie Goreng Kering / Mie Titi



Apa yang ada di benak kamu kalau lihat mie kering di atas? Jadi ingat sama jajanan pas masih kecil kayak mie rames atau ciki Anak Mas cuma ini versi gede-nya. Hehehe. Kuahnya sendiri banyak isinya lho. Ada udang, bakso ikan, sawi, ayam, hati ayam, bakso goreng, jamur, dan telur yang hancurkan,  Kamu bisa milih nih mau makan dengan mie kering yang dicampur dengan kuah atau keduanya dipisah. 

Saya sama Vice memilih yang dipisah aja. Saya sendiri merasa kuahnya mirip seperti kwetiau siram, tapi ini kuahnya lebih kental. Dari sisi mie-nya sangat kering dan kalau digado begitu saja rasanya gurih dan ada rasa asin sedikit. Kalau digado tanpa kuah juga enak hehehe. 

Harganya juga worth it dengan rasanya. Seporsi mie titi di Kedai Pelangi cuma dihargai Rp42.000 saja. Dijamin kenyang deh makan ini. 

Nasi Goreng Seafood Merah


Menu kedua yang kami coba selanjutnya adalah nasi goreng seafood merah. Harganya Rp42.000. Isi di dalamnya macam-macam, ada bakso ikan, udang, ayam, daun bawang, telur mata sapi. Sebagai pelengkap juga ada acar-nya. Oh ya, warna merah dari makanan ini bukan berasal dari beras merah lho ya. Saya sempat bertanya sama pramusaji di sana, dari mana warna merahnya berasal. Ternyata dari saus tomat. Tapi bukan saus tomat botolan ya, benar-benar dibuat dari sari tomat asli. Rasanya enak dan gurih seperti nasi goreng rumahan. Pas pertama kali diantar ke meja saya juga wangi. Porsinya juga banyak, bahkan satu piring bisa dimakan berdua. 

Coto Makassar



Si Vice penasaran mau nyobain coto Makassar karena memang belum pernah coba. Pas pesan Mas-nya menawari apakah coto Makassarnya ingin isi yang campur (daging dan jeroan) atau daging semua. Karena saya dan Vice ngga suka jeroan, maka kami pilih yang isinya daging saja. Selain daging, isinya ada daun bawang.

Rasanya? Menurut saya, coto Makassar di sini cukup berasa bumbunya yang kaya akan rempah-rempah. Dagingnya empuk banget jadi gampang dikunyah. Dari sisi penyajian, coto Makassar-nya ditaruh di mangkuk kecil (mangkuk buat makan sekoteng). Satu porsi coto Makassar di sini di banderol Rp35.000. 

Baca juga: Pertama Kali! Nyobain Coto Makassar Senen Syamsul DaengAwing

Es Palu Butung


Menu terakhir kami pesan es palu butung. Dari penampilan luarnya saya kira putih-putih itu adalah kelapa. Tapi pas saya coba, ternyata bukan. Usut punya usut putih-putihnya tersebut adalah adalah bubur sumsum. Minuman dengan harga Rp22.000 ini di dalamnya juga ada potongan pisang raja dan es serut.  Rasanya segar tapi menurut saya dan Vice minuman ini terlalu manis.  

Ngomong-ngomong, secara sekilas, es palu butung itu mirip dengan es pisang ijo. Tapi ada beberapa perbedaannya. Salah satu perbedaannya yang pasti semua orang sudah tahu adalah kalau es pisang ijo dibalut 'kulit' yang terbuat dari adonan yang berasal dari tepung beras dan warna hijaunya berasal dari daun pandan. Sementara kalau Es Palu Butung tidak. Satu lagi perbedaannya, es pisang ijo bisa dtambah topping seperti susu kental manis, cokelat meses, serutan keju cheddar. Es pisang ijo biasanya menggunakan pisang kepok dan es palu butung menggunakan pisang raja.  

Kelebihan dari Makanan yang Ada di Kedai Pelangi 

Dari 3 makanan khas Makassar yang saya dan Vice coba, kami sepakat kalau Mie titi lah juara-nya. Saking enaknya, Vice sampai pesan lagi 1 porsi untuk dijadikan menu makan malam dengan Kakak-nya di kos-an. Sementara saya, karena faktor rumah jauh juga dari Menteng, ngga mau yang ribet. Saya akhirnya pesan satu porsi lagi nasi goreng merah seafood buat dibawa pulang. Saat orang rumah mencicipi nasi goreng seafood merah, ibu dan ayah saya bilang ini makanannya enak dan mereka suka. 

Makanan yang disajikan selain enak juga bersih. sementara dari segi tempat, saya suka karena semuanya bersih dan rapi, mulai dari meja, kursi, dan peralatan makannya. Kamar mandinya pun sangat bersih. 

Porsinya besar dan harganya yang terjangkau. Pajaknya 10%, yakni sebesar Rp23.000. Total harga makanan dan minuman yang kami pesan adalah Rp253.000. 


Kalau kamu penasaran dengan rasa dari masakan Makassar yang ada di Kedai Pelang, Menteng ini, yuk ajak keluarga, pasangan, atau teman kamu untuk jajal hidangan makanan khas Makassar di Kedai Pelangi, Menteng, Jakarta Pusat.





  • 0 Comments
BloggerHub Indonesia

About me

Eka-Rahmawati


Eka Rahmawati

"Behind Every Successful Woman, It's Her Self — Unknown


Follow Us

  • instagram
  • Twitter
  • facebook
  • Linkedin
  • YouTube
  • Kompasiana

Banner spot

Blogger Perempuan

recent posts

Labels

Belajar Bareng Buku & Film Cooking digital agency Healthy Kecantikan Kelas Penyiar Indonesia Lomba blog Makan Melancong Produk Lokal Review

Popular Posts

  • Kenalan dengan InShot, Aplikasi Edit Video untuk Pemula yang Mudah Digunakan
  • Senangnya Jadi Narablog di Era Digital
  • 7 Langkah Perawatan Wajah yang Wajib Dilakukan Perempuan

My Portfolio

  • SEO Content Writing 1
  • SEO Content Writing 2

Blog Archive

Eka Rahmawati. Powered by Blogger.

Pageviews

instagram

Created By ThemeXpose | Distributed By Blogger

Back to top