Menjadi Storyteller Terbaik untuk Anak di Era Digital



Bu Poetri Soehendro adalah seorang couch dan storyteller profesional yang sudah lama berkecimpung di bidang advertising & production house, penyiar radio, dan mendirikan company Poetri The Storyteller Company. Bu Poetri sudah memiliki rekam jejak di dunia storytelling selama lebih dari 20 tahun untuk bekerjasama dengan berbagai perusahaan dalam launch produk, CSR, terapi psikologi serta acara anak-anak. Ibu Poetri juga menulis buku berjudul The Journey of Storytelling yang diterbitkan oleh Kawan Pustaka. 

Saya beruntung sekali bisa mengikuti webinar yang diadakan oleh Bu Ibu Baca Buku Book Club (BBBBook Club) yang mengangkat tema menarik sekali yaitu Menjadi Storyteller Terbaik untuk Anak di Era Digital. Walaupun saya belum jadi ibu, tapi bolehlah ya kita belajar-belajar dulu gimana sih menjadi pencerita yang baik buat anak. 

Dalam webinar kali ini formatnya adalah tanya jawab. Jadi moderator yaitu Kak Amel dari BBBBook Club mengajukan beberapa pertanyaan lalu akan dijawab oleh Bu Poetri, baru dilanjutkan dengan QnA.

Makna Storytelling bagi Bu Poetri Apa Sih?  

Bagi Bu Poetri, storytelling adalah terapi. Karena menikah dan selama umur pernikahan Ibu Poetri mencoba untuk punya anak dan Ibu Poetri dinyakatan oleh dokter nggak bisa punya anak. Jadi storytelling itu sarana bagi Bu Poetri untuk menyalurkan rasa keibuannya. Jadi, walaupun Bu Poetri tidak memiliki anak tapi saya bisa berarti buat anak-anak dan para ibu. 

Storyteller Terbaik Adalah Orang Tua dan Guru

Jadi, Bu Poetri pernah mengikuti seminar luar negeri di mana pematerinya menyampaikan kalo bukan storyteller profesional yang bisa menjadi pendongeng terbaik, tapi justru dari orang tua dan guru di sekolahnya. 

Anak dari usia 0-3 tahun itu otaknya akan berkembang, tapi perkembangannya bukan dari susu, melainkan pangkuan ibunya, dinyanyiin ibunya, dielus-elus ibunya dan melihat warna. Makanya saat bayi usia 1 bulan kan suka ada mainan di atasnya yang bisa bergerak warna-warni. Mainan tersebut menambah sel-sel otak untuk tumbuh. 

Lalu seorang psikolog yaitu ibu Elly Risman mengatakan kalo anak itu dibesarkan dengan bau ketiak ibunya. Karena yang terpenting itu pelukan, sentuhan, kasih sayang dari ibunya. Penelitan terbaru justru mengatakan anak harus sering digendong. 

Perbedaan Storytelling, Dongeng, Cerita Anak, dan Read a Loud

Dongeng itu adalah kisah-kisah lama orang Indonesia, seperti Malin Kundang, Tangkuban Perahu, dll. Bu Poetri sendiri mengakui kurang suka dengan dongeng Indonesia karena alasan yang kalo saya pikir-pikir lagi bener juga. 

Jadi, alasan Bu Poetri adalah kebanyakan isi dongengnya adalah dendam, sihir, dan orang tua digambarkan negatif. Contohnya Malin Kundang. Ada pengalaman menarik saat Bu Poetri bercerita tentang Malin Kundang di sebuah sekolah SD international. 

Jawaban dari anak-anaknya di luar dugaan. Ada yang menjawab, "Saya orang Jawa Bu, nggak mungkin ibu saya mengutuk saya." Lalu menunjuk temannya yang orang tuanya berasal dari Padang agar berhati-hati. 

Lalu ada lagi anak yang menjawab "Di sekolah ini kita diajarkan untuk memaafkan dan melupakan. Jadi, udah pasti ibunya Malin Kundang bukan muslim Bu" Bahkan ada anak yang menyatakan kalo ibunya Malin Kundang punya mental health, karena kalo beneran dia itu ibu, gak mungkin seorang ibu tega mengutuk anaknya.

Jadi, anak zaman sekarang itu nggak bisa lagi ditakut-takutin pake dongeng seperti itu karena nggak masuk akal buat si anak. Makanya, ibu-ibu juga harus berhati-hati mendongengkan sebuah kisah kepada anak. Orang tua nggak boleh menelan mentah-mentah dongeng yang mau disampaikan ke anak. 

Nah, kalo read a load itu adalah proses membaca dengan teknik khusus tapi harus ada bukunya, saat membaca kalimat dan gambarnya harus ditunjukkan. Makanya buku yang dibacakan harus bergambar besar agar anak merasa gambar dan tulisan itu ada maknanya. Jadi, anak terpicu buat belajar baca. 

Kalo storytelling, dari dua suku kata yaitu story artinya kisah, telling itu mengatakan atau menyampaikan. 


You Might Also Like

0 comments