Thirty Days of Lunch IG Live: Accepting The Failure's Journey

Siapa di sini yang suka dengerin podcast? Kalau aku lumayan suka. Biasanya tiap pagi saat lagi beres-beres rumah, aku biasanya menyempatkan untuk mendengarkan podcast. Nah, salah satu podcast kesukaanku yaitu Thirty Days of Lunch. 

Buat yang belum tahu, Thirty Days of Lunch adalah podcast yang dibuat oleh Koh @fellexandro dan Mas @sheggario. Kalian googling sendirilah siapa mereka ya :)  Nah di podcast ini biasanya yang dibahas terkait bisnis, karier, produktivitas, dan pengembangan diri. Narsum yang dihadirkan juga nggak main-main. Mulai dari public figure, pebisnis, dan lain-lain dari berbagai macam profesi.

Bukan cuma podcast-nya aja yang update, tapi Instagram mereka @thirtydaysoflunch. 
Beberapa waktu lalu aku sempat nonton IG Live Thirty Days of Lunch yang membahas tema berjudul Accepting The Failure's Journey. Ada beberapa poin yang menarik dalam sesi tersebut dan kayaknya sayang kalau nggak aku rangkum di blog kesayangan ini supaya bisa diingat-ingat isinya. 

Dalam sesi ini dipandu oleh Mas Ario atau @sheggario yang ditemani 3 orang wanita cantik yaitu Shiely Vennesa yang merupakan Founder  dari Fitness & Health (@fitandvit.id), Charlene Janice (Co-founder @careskinmedia & Beauty Enthusiast), dan Falla Adinda seorang dokter dan influencer. 

Di menit awal Mas Ario sempet nanya ke semua narasumber kegagalan yang pernah dialami masing-masing mereka. Kak Shiely cerita kalau saat SMP-SMA dia nggak ngerasa pelajaran itu susah. Kemudian ia berkesempatan kuliah di Taiwan di mana dia nggak bisa bahasa mandarin. Lalu dia sempat nggak lulus satu mata kuliah umum gara-gara dia hanya menulis empat lembar rangkuman buku dari dosen yang menulis buku tersebut. Sementara teman-temannya yang lain bisa ngerangkum sampai 60 halaman. 

Dari kejadian itu, dia belajar untuk sebisa mungkin melakukan secara maksimal baik dari kerjaan maupun sekolah dan perhatikan juga kompetitor kita. Kerjakan sesuatu pakai hati dan berpikir semua orang melakukan hal yang sama. Jadi jangan nanggung kalau usaha dan hindari anggapan tentang "gue yang lebih effort dari yang lain."  

Memandang Sebuah Kegagalan

Kak Shiely juga menganggap kegagalan bisa dibagi dalam dua hal yaitu kegagalan yang ditentukan sama masyarakat. Misalnya kalau kita nggak naik kelas, orang akan menganggap kita gagal. Kegagalan kedua yaitu berasal dari diri kita sendiri. Contoh kita ingin bekerja di kantor A, tapi kita nggak keterima. 

Mungkin gagal bisa jadi karena kita kurang qualified, kurang persiapan, dan lain-lain.  Kak Shiely juga menganggap sebaiknya setiap kegagalan yang dialami kita bisa mengambil sebuah pelajaran agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi.

Untuk Kak Charlene menganggap jika kegagalan tuh sebenarnya bukan gagal tapi kayak mundur beberapa langkah aja karena kita belum bisa seperti apa yang diharapkan oleh environment kita. Aku suka sekali dengan salah satu ucapan Kak Charlene yaitu "Gagal belum bisa dibilang gagal kalau kita masih berusaha untuk mencoba memperbaikinya."

Kegagalan yang dirasakan Kak Charlene yaitu pada saat koas selalu merasa anxious dan insecure. Sebagai seorang dokter selama 24/7 ia harus ready kapan pun. Di saat itulah dia ngerasa kayaknya dunianya bukan menjadi dokter sepenuhnya. 

Menurutnya sukses terbagi dua, ada yang day to day dan ada yang long term. Untuk yang day to day misalnya hari ini kita sudah berhasil menyelesaikan 5 to do list. Kak Charlene juga menganggap sukses itu sama kayak gagal, bukan poin akhir dalam hidup. Sukses itu cuma matriks kecil dalam hidup kita yang kalau di zoom out nggak terlalu berarti. 

Sukses itu bagian dari proses hidup yang kita lewati. Hidup itu kan panjang. Mungkin kita bisa sukses hari ini, jam atau menit ini, tapi di jam kemudian atau keesokannya kita bisa aja gagal. Jadi tergantung kita melihat sukses dan fail itu sendiri. Gimana kita mau bertindak untuk kesuksesan dan kegagalan kita.

dr. Falla juga membangi persepktifnya tentang kegagalan. Sebagai penyintas kanker, ia harus menjalani kemoterapi yang berefek pada rambutnya. Dari pengalamannya tersebut, ia juga banyak belajar hal tentang hidup. "Nggak ada hidup yang lurus-lurus aja. Even kamu anak orang kaya, pasti pernah mengalami gagal. Kegagalan itu tentang apa yang akan kita lalui ke depan."
 
dr. Falla dengan kondisinya yang mengidap cancer dia bisa "Menerima tanpa Tapi" dan tidak mempertanyakan kenapa gue, kenapa harus gue, apakah ini kutukan, apa dosa gue, dll.  Ia berusaha  jalani saja 

dr. Falla pun menganggap dalam hidup ada kegagalan yang memang kita ciptakan sendiri. Misalnya kita nyetir saat mabok, terus akhirnya nabrak. Itukan kegagalan yang kita ciptakan sendiri. 

Ada juga yang Tuhan kasih aja gitu ke kita. Contohnya ketika kita bangun usaha, terus kita udah berupaya untuk mencegah kebangkrutan, tapi ternyata memang tetap bangkrut. 

Aku juga suka dengan pemikiran dr. Falla yang bilang Jangan sampai kita mengecilkan kegagalan orang lain. Jangan bilang kayak "Ah kegagalan lo belum seberapa sama kegagalan gue" Karena setiap orang punya emosi yang sama. Bukan berarti seseorang yang punya pengalaman jatuh bangun yang banyak, nggak berarti dia lebih kuat atau lebih baik dibanding sama orang yang mungkin masalahnya terlihat gitu-gitu aja. Jalanin aja dan semua akan baik-baik aja.

Ketika gagal emosi kecewa, marah, sedih, semuanya perlu diterima. Setelah itu coba bagi dua mana hal-hal yang bisa diubah dan yang tidak bisa diubah. Yang bisa diubah ya sudah diubah sebaik mungkin. Tapi untuk hal yang tidak bisa diubah ya sudah relakan saja. Dengan begini jalannya akan lebih mudah. 

Yang bisa mengubah hidup adalah ketika kita merasakan emosi yang salah terhadap kegagalan. Kegagalan itu emosi yang bener adalah sedih. Kalau marah kita nggak bisa ngubah apa-apa. Manajemen emosi yang baik itu bisa mengarahkan diri kita yang lebih baik dan bisa membantu merapikan kegagalan-kegalan yang sebelumnya.

Being ordinary is extraordinary. Its okay untuk biasa-biasa aja di kehidupan sehari-hari. Menjadi biasa-biasa aja buat sebgaian orang itu sebuah kegagalan. Tapi buat dr. Falla menjadi biasa-biasa aja tanpa ada masalah seperti terjerat hutang, hukum, dan lain-lain. 

Menjadi biasa-biasa aja selama diri kita cukup dan bahagia itu nggak apa-apa. Yang bisa menilai diri kita sudah cukup atau belum ya diri sendiri. Sukses ketika kita sudah menerima jika kita memang biasa aja tapi kita happy.

Cara Menghadapi Kegagalan dengan Manajemen Emosi yang Lebih Baik.

Beberapa jawaban yang aku rangkum untuk part ini: sedih, marah, kecewa, dan perasaan negatif lainnya itu hadir nggak apa-apa. Tapi kalau kita marah, sedih, kecewa sama hal-hal yang sudah lampau itu nggak bener. Emosi negatif yang muncul hari ini ya dijalani hari ini. Dengan kita tahu mengelola emosinya, kita jadi tahu bagaimana langkah ke depannya. Selesaikan urusan diri sendiri sebelum mengubah yang lain. Kalau ada perasaan negatif datang, terima, rasakan, dan jalani. dan pelajari apa yang bisa diubah. 

Kegagalan Bukan Berarti Gagal Sepenuhnya

Memaknai kegagalan depends on the way you look at it. Kegagalan yang terjadi kalau ternyata malah bikin lu lebih hebat, apakah itu masih membuat lu disebut gagal?  Aku suka sama kata dari Mas Ario. Dia bilang begini: "Kegagalan itu bukan sepenuhnya kegagalan kalau kita sudah menjalani dan bertumbuh darinya serta kita jadi orang yang lebih baik."

Kegagalan itu bukanlah kegagalan kalau kita belum selesai. Nggak bisa dibilang sukses sekarang, gagal sekarang. Sukses itu time relevant. Karena selama kita masih hidup, kita masih dikasih kesempatan untuk memperbaiki dan belajar lagi. Hidup kita kan walaupun sudah melalui kegagalan masih terus berlanjut. Hidup kita belum selesai.

Kesuksesan itu bukan soal berapa banyak uang, rumah, mobil, dll yang kita punya. Karena pada dasarnya nggak ada certain point yang menentukan ohh kalau kita sudah punya uang atau harta segini, berarti kita sudah disebut kaya. Karena selama kita masih hidup manusia akan terus merasa kurang. Tapi sukses yang baik dilihat jika kita masih bisa berkembang meski kita sudah usia lanjut dan bisa menginspirasi orang dari cerita kita.

Cara untuk Tidak Dendam atau Menyimpan Amarah Terlalu Lama Setelah Mengalami Kegagalan

Menurut dr. Falla dengan menyibukkan diri melakukan hal-hal yang kita sukai. Misalnya kalau dr. Falla suka dengan yoga, pilates, lari, bersepeda, atau baca buku. Dengan begitu kita lupa dengan dendam dan marah itu. Kemudian banyak baca dan mendengar juga bisa membantu, karena kita jadi merasa belum tahu banyak dan akhirnya kita merasa dendam atau marah tersebut tidak terlalu dipermasalahkan.

Kak Charlene juga punya cara yang bagus. Menurutnya kadang kita hanya fokus sama marahnya aja. Yang penting kita aware aja sama perasaan yang kita rasakan. Oh sekarang gue lagi marah, sedih. Jangan denial. Sedih dan marah it's totally, okay! Selain itu cari tahu apa yang bisa diubah dan relakan hal yang tidak bisa diubah.

Dengan menulis juga bisa membantu me-release amarah kita. Kak Shiely memberikan tips untuk menuliskan apa saja yang kita rasakan, tapi jangan pakai amarah, grateful ke orang yang kamu benci. Salah satu isi tulisannya bisa diisi dengan grateful karena orang tersebut mengajarkan hal baru pada kita. 

Surat itu bisa di-keep sendiri untuk kita maupun dikirim ke dia. Jangan juga diposting di media sosial. Dengan begitu emosi negatif dalam diri kita jadi berkurang dan kita jadi bersyukur serta mengingat sisi baik orang ini. Jangan peduli mau tulisannya berantakan, nggak jelas, nggak nyambung pokoknya tulis aja.

Nah, gimana, menarik kan isi IG Live Thirty Days of Lunch tentang tema kegagalan? Kalau kamu mau nonton versi lengkapnya bisa kok cek di IG mereka. Semoga lewat postingan ini siapapun yang membaca bisa dapat pelajaran dari sini ya :)

You Might Also Like

0 comments