Film “GIE”




Kamis, (20/6) gue nonton film yang keren abis. Film apakah itu? Pernah denger nama tokoh “Soe Hok Gie”? atau biasa dikenal dengan nama “Gie”? enggak kenal yah? Atau belum pernah denger namanya sama sekali? Nah buat lo yang belum pernah denger dan enggak tahu tentang film “Gie” ini kali ini gue mau ngasih tahu sedikit tentang sosok Soe Hok Gie hasil gue searching di mbah Google hehehehe. Soe Hok Gie atau Gie ini adalah aktivis muda Indonesia yang lahir di Jakarta 17 Desember 1942. Ia merupakan mahasiswa fakultas sastra jurusan  sejarah Universitas Indonesia 1962–1969. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Gie meninggal 16 Desember 1969 di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama temannya, Idhan Dhanvantari Lubis.


Buat lo yang suka sama film yang berbau sejarah, NAH! Film Gie ini cocok banget nih buat lo. Kenapa gue bisa bilang kaya gitu? Soalnya film ini memang menceritakan tentang sejarah perjuangan Gie yang berani menyuarakan pendapatnya di jaman Revolusi (halah bahasa gue berat bener yeeee. Bodoamat!).

Difilm yang release tahun 2005 diproduseri oleh Mira Lesmana dan disutradarai oleh Riri Riza ini  diilhami dari catatan harian “Soe Hok Gie” yang kemudian dibukukan, nama bukunya adalah Catatan Seorang Demonstran yang di terbitkan tahun (1983) (sejak gue nonton film “Gie” gue jadi tertarik pengen baca buku dan tulisan-tulisannya Gie, tapi sayang bukunya udah jarang banget di jual di pasaran L). Pemeran utama dari film ini adalah Nicholas Saputra yang memerankan Gie saat dewasa, ada juga Jonathan Mulia yang memerankan Gie saat masih remaja.

Gue percaya, setiap film yang diperanin sama si Nicholas Saputra pasti filmnya bagus-bagus, ya salah satunya film “Gie” ini yang emang bener-bener bagus. Film Gie ini sendiri bercerita tentang Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan tinggal di Jakarta. Sejak remaja, Gie sudah tertarik pada konsep-konsep idealis yang disampaikan oleh tokoh-tokoh kelas dunia. Semangat juangnya, setiakawan, dan hatinya yang peduli akan orang lain dan tanah airnya jadi satu di dalam diri Gie kecil dan tidak mengenal toleransi terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya “Untuk apa semua perlawanan ini?”. Gie menjawab bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Ada semboyan Gie yang mengesankan berbunyi, “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.”

Masa remaja dan kuliah Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI (tahukan PKI, ihhh masa enggak tahu sih? Itu loh Partai Komunis Indonesia yang dulu heboh banget diomongin huehuehue) . Gie dan teman-temannya tidak memihak golongan manapun. Meskipun  Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia,  Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak.  Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Gie sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Gie untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.

Tan Tjin Han, teman kecil Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Gie memaksa Tan untuk meninggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut (AHHH PAYAH ENGGAK NURUT SAMA GIE).

Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.

Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.

*Itu dia synopsis dari film “Gie” yang gue dapatkan dari hasil ngegoogling hehe, ada yang gue ubah dikit kata-katanya biar enggak keliatan copast banget gitu wkwkwkwk, tapi intinya sih tetap sama 😀

Film ini juga menang di beberapa kategori di  Piala Citra Festifal Film Indonesia (FFI 2005) diantaranya :

Piala Citra – Film Bioksop Terbaik
Piala Citra – Pemeran Utama Pria Terbaik (Nicholas Saputra)
Piala Citra – Pengarah Sinematografi Terbaik.

Nah menurut gue sendiri film “Gie” ini bagus banget, karena di film ini kita bisa belajar buat jangan takut buat ngeluarin pendapat yang menurut kita benar dan jangan takut buat menyuarakan ketidakadilan di negeri ini (ceiiilah bahasa gue tinggi banget yeee, bodoamat!!!) walaupun bakalan banyak banget yang akan menjadi musuh kita karena sikap keberanian kita, enggak masalah asal kita benar enggak usah dengerin apa kata orang yang benci sama kita. Gue saranin buat lo yang suka sama film sejarah dan ngaku pemuda berani mending lo nonton dulu deh film “Gie” ini, gue jamin lo bakalan bangga sama sosok Gie yang berani melawan ketidakadilan di negeri ini 😀

You Might Also Like

1 comments