Resensi Novel “Madre”

Source: carousell.com


Judul buku                       : Madre Kumpulan Cerita

Judul Resensi Novel        : MADRE

Pengarang                        : Dewi Lestari “Dee”

Penerbit                           : Bentang Pustaka

Tahun Terbit                    : Februari 2013

Kota Terbit                       : Yogyakarta

Jumlah Halaman              : 160 Halaman


MADRE


Dewi Lestari atau yang biasa disebut sebagai Dee, menulis sebuah buku yang berjudul “Madre Kumpulan Cerita” . Dalam buku ini terdapat beberapa kisah yang terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek, yang merupakan karyanya selama lima tahun. Cuma gue lebih tertarik untuk meresensi sebagian dari buku Madre ini. Kenapa Cuma sebagian? Karena menurut gue yang menarik perhatian gue Cuma cerita itu. Hehe.

Oke, gue bakalan meresensi cerita yang menurut gue bagian paling menarik dari buku Madre ini. Apakah itu? Cerita tentang Madre sendiri lah yang menurut gue menarik. Bingung? Makanya baca nih resensi gue wkwkwkwk.

Cerita pertama yang disajikan oleh buku Madre adalah cerita mengenai Madre itu sendiri. Pasti kalian bertanya-tanya kan apasih Madre itu? Madre adalah sebutan untuk adonan biang roti yang sudah berumur puluhan tahun, yang terbuat dari tepung, air, fungi bernama Saccharomyses exiguus dan bakteri.

Cerita berawal dari laki-laki bernama Tansen Roy Wuisan seorang pemuda berambut gimbal dan berkulit gelap memiliki sedikit darah tionghoa dan india yang merupakan seorang surfing mengetahui asal-usul keluarganya yang ternyata mewarisi sebuah adonan biang roti yang bernama Madre yang sudah gue jelaskan di atas kepadanya. Kakek dan Nenek Tansen yang bernama Tan Sin Gie dan Laksmhie adalah pembuat roti terkenal pada masanya. Kakek Nenek Tansen membuka usaha toko Roti dengan nama “Tan de Bakker” yang berdiri tahun 1943 di Jakarta Kota. Seiring bermunculan bakery modern, toko roti Tan tenggelam pelan-pelan yang disebabkan tak ada untung.

Mendengar ia mendapat warisan “Madre” Tansen yang pada awalnya tinggal di Bali pergi ke Jakarta untuk menengok seperti apa warisan yang diberikan sang kakek padanya. Ketika mengetahui yang ia dapatkan hanya setoples adonan biang roti Tansen enggan untuk mengurus warsan tersebut, namun atas penjelasan Pak Hadi seorang mantan pembuat roti di toko roti Tan yang mengatakan kalo jika Madre hanya bisa diturunkan pada seseorang yang punya “hubungan langsung” yang ternyata adalah Tansen sendiri.

Selama tinggl di Tan de Bakker Pak Hadi mengajarkan bagaimana membuat roti dengan biang Madre. Semua pengalamannya selama tinggal di Jakarta atau lebih tepatnya tinggal di Toko Tan de Bakker  ia tulis di blog pribadinya. Cerita mengenai pengalaman membuat roti dengan Madre yang ia tulis di blognya membuat ia berkenalan dengan seorang perempuan bernama Mei Tanuwidjaja yang ternyata penikmat blog Tansen selama ini yang juga pengusaha roti  yang bernama Fairy Bread dan sudah tiga generasi diurus oleh keluarga Mei.

Mei si pembaca setia blog Tansen tertarik untuk memcicipi roti yang terbuat dari Madre dan berniat membeli resep Madre. Maka Mei mengunjungi Tan de Bakker dan menceritakan niatnya untuk membeli resep Madre. Namun Tansen menolak untuk menjual Madre. Walaupun Tansen menolak untuk menjual Madre, Mei tak pantang menyerah. Mei menawarkan 100 juta kepada Tansen untuk menjual Madre.

Tansen merasa tergiur dengan tawaran Mei, karena ia berpikir kalo dirinya tidak pandai mengolah roti jadi lebih baik Madre dijual kepada orang yang tepat seperti Mei. Pak Hadi yang sudah puluhan tahun bekerja di Tan de Bakker tidak rela menjual Madre. Namun apa daya Madre sekarang sudah dimiliki Tansen, jadi Pak Hadi tidak punya hak untuk melarang Tansen menjual Madre.

Di tengah cerita Tansen mengetahui betapa berharganya Madre tidak hanya untuk Pak Hadi saja tapi juga untuk keempat orang keluarga Tan de Bakker yakni Bu Sum, Bu Cory, Bu Dedeh dan Pak Joko yang sudah bekerja bertahun-tahun di Tan de Bakker. Melihat itu Tansen merasa tidak enak hati. Akhirnya Tansen menghubungi Mei dan merubah kesepakatan mereka. Tansen membuat kesepakatan jika semua roti yang diperlukan Mei akan dibuat di Toko Roti Tan, jadi Tansen dan seluruh keluarga besar Tan de Bakker yang menerima order dari Mei. Keputusan Tansen itupun membuat Pak Hadi dan keempat orang lainnya ikut senang.

Kerja sama itu berjalan baik. Mei mengajak Tansen untuk makan malam bersama. Mei banyak bercerita tentang usaha rotinya dan kesukaanya melihat tulisan Tansen di blog pribadinya yang membuat ia iri dengan Tansen kan kebebasan yang ia miliki waktu di Bali. Dari obrolan itu Tansen jadi tertarik pada Mei.

Walaupun kerjasama antara Tan de Bakker berjalan lancar ada hal yang mengganjal hati Tansen, yakni kondisi Bu sum, Pak Hadi, Bu Cory, Bu Dedeh dan Pak Joko yang sudah menua dan tidak lagi memiliki fisik sekuat Tansen. Tansen menceritakan kegelisahannnya itu pada Mei dan Mei memberikan solusi. Solusi yang diberikan Mei adalah bergabungnya Fairy Bread dan Tan de Bakker jadi jam kerja Pak Hadi dan kawan-kawan jomponya. dengan pegawai Fairy Bakker bergantian sehingga tidak memporsir kerja Pak Hadi dan kawan-kawan jomponya.

Dengan menggabungkan Tan de Bakker dengan Fairy Bread membuat nama toko roti Tan de Bakker berubah menjadi Tansen de Bakker yang berarti Tansen si pembuat roti. Media publikasi pun juga bertambah sehingga Tansen Bakker mempunyai website, twitter, facebook dan lainnya. Tidak hanya itu sekarang Tansen de Bakker tidak hanya menjual roti tapi sudah punya menu all day dining, yang meski daftarnya. tak banyak semua adalah menu terbaik.

Gue ngebaca buku ini sebenarnya agak bingung, kenapa? Bingung kok bisa-bisanya tuh kakek Tansen tahu kalo si Tansen emang pantes dan bisa ngelola toko roti yang udah lima tahun bangkrut? Padahal penulisnya nyeritain kalo si Tansen sama kakeknya enggak pernah kenal satu sama lain. Itu doang sih kekurangan dari cerita Madre menurut gue. Kurang detail aja. Tapi selebihnya oke kok 😀

You Might Also Like

0 comments