TV Presenting & Journalism, Ternyata Susyaaaahhhhh Juga Yaaaa!



Kalau baca atau denger soal jurnalis-jurnalisan gue pasti semangat! Hahaha, kenapa? Ya pasti karena gue suka sama bidang ini. Gue memang belum punya pengalaman menjadi jurnalis di TV manapun tapi gue tahu sedikitlah tentang dunia jurnalistik cam mana ye kan. Ditulisan gue kali ini gue bakal share ilmu yang udah gue dapetin dari BAC Batch 4 tentang TV Presenting and Journalism. Tapi sebelum itu gue mau cerita dulu soal pengalaman gue tentang jurnalistik, boleh ya?  Heheeh.

Mau sharing aja nih, kalau pas masih kuliah di semester 1-5 (2-3 tahun lalu) gue sempet mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada kaitannya sama pers atau jurnalistik, tapi fokusnya ke media cetak (ngeri enggak sih? Enggak ya biasa aja? Oh oke deh)


Paham gue kalau jurnalistik adalah salah satu bidang pekerjaan yang bisa dibilang cukup berisiko tapi sekaligus bisa menjadi ‘pemuas’ seluruh indera yang di punya manusia (Yawlohhhh bahasa gue hahaha) . Maksudnya gimana? Di jurnalistik mata, telinga, lidah, hidung dan kulit bermain. Jurnalis tuh harus peka. Peka tuh enggak cuma ke pacar doang (kalau punya, ups! wakakaka)tapi jadi jurnalis tuh dibutuhin banget kepekaan di situasi manapun dan dimanapun. Nah kepekaan itu ya berasal dari indera –indera yang kita punya. Hati juga sih harus peka, walaupun bukan termasuk indera manusia hihihi. Jujur itu enggak gampang. Susah!

Nih gue kasih contohnya, mata misalnya. Salah satu hal yang bikin pekerjaan jadi jurnalis itu menarik adalah kita bisa ke berbagai tempat yang beda-beda dan ketemu orang baru bahkan artis sekalipun. Salah satu pengalaman yang enggak bisa gue lupain adalah waktu gue wawancara Alm. Pepeng. Itu loh, mantan presenter dan pelawak senior Indonesia, (kalau enggak tahu juga coba cari ajah di Mbah Google yak) waktu itu (Semester awal gue kuliah, tahun 2011) gue interview beliau saat sedang  mengidap penyakit yang cukup serius yaitu sklerosis multipel.

Yang tadinya gue cuma bisa liat beliau di tv, itupun kalau lagi nimbrung sama nyokap gue yang demen banget nonton infotainment (hahahaha), eh gara-gara gue ikut UKM Pers gue bisa ketemu dia kan.  Dari hasil interview gue sama Pepeng, gue belajar untuk terus bersyukur, nerima apapun yang udah ditakdirin Tuhan, walaupun itu enggak mudah tapi dengan cara itu kita bisa hidup tanpa beban. Ya dengan penyakitnya itu dia berusaha tegar dan masih bisa ketawa-ketiwi pas jawab pertanyaan-pertanyaan gue, karena menurut beliau apa yang udah terjadi yaudah terjadi aja, yang penting jangan lupa berdoa dan berusaha. Jangan pernah nyalahin Tuhan atas apa yang udah dikasih, baik itu sakit maupun yang lainnya. Nah telinga kita diasah buat peka juga kan?  Buat menangkap pesan-pesan ‘magis’ dari narasumber kita. Hahaha.

Itu sih yang gue pelajarin selama gue ikut UKM Pers. Pekerjaannya yang sangat dinamis, unpredictable, butuh banyak pengorbanan, enggak tahu waktu, kerjaannya melelahkan, terus katanya sih gajinya kecil. Kalau yang terakhir ini gue belum ngerasain sih, baru denger katanya- katanya doang dari senior haha.

Oke, balik ke topik utama yaitu TV Presenting and Journalism

Pertemuan ketiga Sabtu (14/5/2016) di Gedung Setiabudi 2 Kuningan Jakarta, peserta BAC Batch 4 kedatangan narasumber yang knowledgeable dan terpercaya yakni Tantri Moerdopo jurnalis Metro TV yang jadi mentor atau pembicaranya. FYI aja nih Tantri Moerdopo awalnya menjadi penyiar di TVRI, terus dia sempat bekerja di luar bidang jurnalistik, tapi ternyata doi udah jatuh cinta sama dunia jurnalistik, makanya dia balik lagi ke jurnalistik dan saat ini doi berkarir di Metro TV sebagai presenter berita Metro Plus Pagi senin – jumat jam 10.30 – 11. 30.

Yang gue dapet dari materi kemaren adalah Seorang presenter harus bisa meyakinkan penonton dengan informasi yang tentunya akurat. Kekurangan-kekurangan yang kita miliki harus bisa ditutupi. Terus gimana sih caranya kita tahu kekurangan kita? Ya banyak berlatih. Saat melakukan interview dengan narasumber juga kita harus hati-hati. Jangan sampai kita menyinggung perasaannya. Hindari pertanyaan seperti : Bagaimana perasaan ibu/bapak terkait bencana yang menimpa anggota keluarga ibu/bapak? Atau apakah ada tanda-tanda atau firasat sebelum bencana ini terjadi? Kalau kita mengeluarkan pertanyaan itu kata Kak Tantri sih kita udah kehabisan ide atau pertanyaan buat diajuin ke narasumber.

Hal wajib yang harus dimiliki sama jurnalis atau presenter adalah

Be on time. Dua jam sebelum acara atau minimal satu jam sebelum acara kita udah harus nyampe ke TKP atau kantor. Gunanya buat persiapan. Karena seperti yang gue tulis sebelumnya kalau jurnalistik itu unpredictable Jadi bisa aja kita udah prepare script, setting dan sebagainya tapi semua itu berubah karena ada kejadian yang lebih genting yang harus atau kudu kita kasih tahu ke pemirsa secepat kilat. Hahahaa.
Nah ini! Kalau udah ‘nyemplung’ ke dunia jurnalistik badan kudu kuat-kuat deh. Kerjaan enggak tahu waktu, enggak nentu, makan enggak teratur dan sebagainya kalau kita enggak pinter-pinter nyuri waktu buat istirahat sama makan wah bisa-bisa kita drop. Itu sih yang gue rasain dulu pas ikut UKM. Sempet kena tipus hahahaa. Tapi katanya sih kalau belum kena tipus katanya belum afdol jadi jurnalis (yeee enggak gitu juga kaleeee).
Attitude atau sikap. Ini juga enggak kalah penting. Ya namanya jurnalis atau presenter berita di mata orang awam atau orang yang enggak paham sama bidang beginian kan tahunya mereka nyalain tv terus nonton berita ada presenter atau jurnalisnya terus mereka dapet info, dan menjadikan jurnalis atau presenter ini panutan mereka. Karena jurnalis sering dianggap orang yang tahu segalanya. Jadi kalau kita enggak pinter-pinter jaga sikap, kita enggak bakal di ‘pake’ lagi sama stasiun tv yang udah ngontrak kita. Ihhhh seremmm.


Sebenarnya enggak cuma gitu doang. Tapi sebagai seorang jurnalis kita dituntut untuk bisa fleksibel. Bisa masuk ke mana aja,  mau disuruh interview siapa aja harus siap. Terus happy positive. Kalau kata Kak Tantri sih “Gimana pun kondisi kita di hari itu, kalau kita udah on cam, harus selalu positif. Wajib masang muka yang seneng, enak dilihat, jangan sampe kita masang muka bête pas nyampein berita. Tapi disesuain juga sama beritanya. Kalau lagi ngasih info duka cita, ya jangan masang muka seneng juga. Karena kenapa? Seorang jurnalis itu dipercaya audience. Jadi jurnalis itu istilahnya bukan terkenal, tapi dipercaya. Karena kita ngasih info ke orang jadi kita harus masang muka yang meyakinkan, biar audience yakin sama info yang kita kasih.”  Terbuka, maksudnya mau disuruh liputan kemana aja, kondisinya kayak gimana harus siap mental dan  fisik. Enggak bisa tawar menawar deh kalau udah disuruh liputan kemana aja harus siap.   Humble, nah ini biasanya sih kalau kita udah jadi jurnalis yang sering nongol di tv, kadang suka kena tuh namanya star syndrome. Mentang-mentang sering nongol di tv apalagi tvnya tv yang cukup ternama, pasti ada aja orang yang songong, belagu dan ngelunjak. Biasanya sih jurnalis / presenter berita macam kayak gini bisa enggak dipake lagi.  Makanya kita harus tetap rendah hati sama siapa aja.

Bisa dipercaya. Iya dong, sebagai jurnalis kita harus bisa dipercaya. Karena jurnalis bekerja berdasarkan fakta, No gossip (lah kok kayak salah satu tagline acara entertainment yak? Hahaha). Nah salah satu  cara biar kita bisa dipercaya adalah dengan melakukan riset. Jurnalis itu wajib hukumnya buat riset untuk melengkapi data-data yang dimiliki olehnya. Jadi sebelum kita terjun ke lapangan ada baiknya kita riset dulu, mau dari internet, buku, koran, majalah, keterangan narasumber atau apapun yang bisa dijadikan sumber atau referensi. Makanya jurnalis itu dituntut untuk banyak baca, KEPO dan peka buat menghasilkan berita yang berdasarkan fakta. Pas masih aktif ikut UKM Riset juga enggak pernah gue lupain kalau mau liputan, bahkan sampe sekarang. Karena kerjaan gue sekarang juga enggak jauh-jauh dari nulis berita. Cuma bedanya bukan nulis berita buat media cetak, online atau elektronik, tapi buat kampus gue. Hahaha.

Knowledgeaable. Jelas kalau jurnalis itu harus banyak tahu dari orang-orang yang bukan jurnalis. Nah satu lagi nih keenakan jadi jurnalis yaitu, bisa tahu duluan peristiwa atau hal-hal yang orang awam belum tahu. Bahkan jurnalis itu bakal tahu rahasia narasumber atau peristiwa sampe ke dalem-dalemnya, walaupun enggak semua di share ke publik. Makanya kalau dalam jurnalistik dikenal istilah off the record dan on the record. Off the record itu hal-hal atau informasi yang enggak boleh dikasih tahu ke publik. Jadi cukup antara si jurnalis sama narasumber aja yang tahu informasi tersebut. on the record lawannya off the record, yaitu hal-hal yang boleh dishare ke publik.

Grooming. Sebagai seorang Jurnalis tv pasti ada tuntutan untuk tampil maksimal.  Enggak harus cantik atau ganteng sih. Tapi minimal harus enak dilihat. Rapi lah kalau lagi on cam. Karena katanya Kak Tantri sih “Jurnalis itu mencerminkan stasiun tv mana kita berasal.”

Oke teorinya udah. Sekarang waktunya praktik. Seperti yang suka gue jelasin di tulisan-tulisan gue sebelumnya kalau di setiap pertemuan pasti ada simulasinya. Nah di bagian TV Presenting and Journalism simulasinya adalah melakukan live report. Kak Trantri sudah menyiapkan kertas-kertas yang berisi topik untuk dibawakan oleh gue dan temen-temen gue. Kalau gue sendiri kebagian topik Partai Golkar. Jadi tugas gue adalah nyampein informasi tentang Partai Golkar, pastinya informasi yang update ya. Kebetulankan Partai Golkar lagi ada Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa) buat miliih ketua umum parta yang baru, jadi gue membawakan informasi tentang itu.

Beberapa hal yang bisa gue rangkum adalah kekurangan gue banyak mengeluarkan kata ‘eeee’, kalau abis  ngomong  engos-engosan hahaha. Gue juga sampe saat ini memang belum bisa ngatur napas yang baik kalau abis ngomong. Entah kenapa. Dan masih keliatan nervous di depan kamera. Ya gue menyadari masih banyak kekurangan sih di diri gue yang harus gue perbaiki lagi. Tambahan juga sih kalau ada jargon-jargon atau istilah yang agak susah dimengerti sama orang awam, lebih baik kita ganti aja dengan kata-kata yang lebih familiar di telinga-telinga orang awam, jangan pernah mencampur antara bahasa inggris dan bahasa Indonesia kalau lagi live report. Dan kalau mau bawa ‘contekan’ atau quecard’ nyusunnya yang rapi ya teman-teman, biar bisa dibaca dengan baik. Jangan kayak gue , bikin quecard tapi gue bingung bacanya. Hahaha. TV Presenting & Journalism, ternyata susyaaaahhhhh juga yaaaa!.


You Might Also Like

0 comments