Eka Rahmawati

  • Beranda
  • Profil
  • Makan
  • Sehat
  • Cantik
  • Jalan
  • Buku&Film
  • Belajar


Kalau baca atau denger soal jurnalis-jurnalisan gue pasti semangat! Hahaha, kenapa? Ya pasti karena gue suka sama bidang ini. Gue memang belum punya pengalaman menjadi jurnalis di TV manapun tapi gue tahu sedikitlah tentang dunia jurnalistik cam mana ye kan. Ditulisan gue kali ini gue bakal share ilmu yang udah gue dapetin dari BAC Batch 4 tentang TV Presenting and Journalism. Tapi sebelum itu gue mau cerita dulu soal pengalaman gue tentang jurnalistik, boleh ya?  Heheeh.

Mau sharing aja nih, kalau pas masih kuliah di semester 1-5 (2-3 tahun lalu) gue sempet mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada kaitannya sama pers atau jurnalistik, tapi fokusnya ke media cetak (ngeri enggak sih? Enggak ya biasa aja? Oh oke deh)


Paham gue kalau jurnalistik adalah salah satu bidang pekerjaan yang bisa dibilang cukup berisiko tapi sekaligus bisa menjadi ‘pemuas’ seluruh indera yang di punya manusia (Yawlohhhh bahasa gue hahaha) . Maksudnya gimana? Di jurnalistik mata, telinga, lidah, hidung dan kulit bermain. Jurnalis tuh harus peka. Peka tuh enggak cuma ke pacar doang (kalau punya, ups! wakakaka)tapi jadi jurnalis tuh dibutuhin banget kepekaan di situasi manapun dan dimanapun. Nah kepekaan itu ya berasal dari indera –indera yang kita punya. Hati juga sih harus peka, walaupun bukan termasuk indera manusia hihihi. Jujur itu enggak gampang. Susah!

Nih gue kasih contohnya, mata misalnya. Salah satu hal yang bikin pekerjaan jadi jurnalis itu menarik adalah kita bisa ke berbagai tempat yang beda-beda dan ketemu orang baru bahkan artis sekalipun. Salah satu pengalaman yang enggak bisa gue lupain adalah waktu gue wawancara Alm. Pepeng. Itu loh, mantan presenter dan pelawak senior Indonesia, (kalau enggak tahu juga coba cari ajah di Mbah Google yak) waktu itu (Semester awal gue kuliah, tahun 2011) gue interview beliau saat sedang  mengidap penyakit yang cukup serius yaitu sklerosis multipel.

Yang tadinya gue cuma bisa liat beliau di tv, itupun kalau lagi nimbrung sama nyokap gue yang demen banget nonton infotainment (hahahaha), eh gara-gara gue ikut UKM Pers gue bisa ketemu dia kan.  Dari hasil interview gue sama Pepeng, gue belajar untuk terus bersyukur, nerima apapun yang udah ditakdirin Tuhan, walaupun itu enggak mudah tapi dengan cara itu kita bisa hidup tanpa beban. Ya dengan penyakitnya itu dia berusaha tegar dan masih bisa ketawa-ketiwi pas jawab pertanyaan-pertanyaan gue, karena menurut beliau apa yang udah terjadi yaudah terjadi aja, yang penting jangan lupa berdoa dan berusaha. Jangan pernah nyalahin Tuhan atas apa yang udah dikasih, baik itu sakit maupun yang lainnya. Nah telinga kita diasah buat peka juga kan?  Buat menangkap pesan-pesan ‘magis’ dari narasumber kita. Hahaha.

Itu sih yang gue pelajarin selama gue ikut UKM Pers. Pekerjaannya yang sangat dinamis, unpredictable, butuh banyak pengorbanan, enggak tahu waktu, kerjaannya melelahkan, terus katanya sih gajinya kecil. Kalau yang terakhir ini gue belum ngerasain sih, baru denger katanya- katanya doang dari senior haha.

Oke, balik ke topik utama yaitu TV Presenting and Journalism

Pertemuan ketiga Sabtu (14/5/2016) di Gedung Setiabudi 2 Kuningan Jakarta, peserta BAC Batch 4 kedatangan narasumber yang knowledgeable dan terpercaya yakni Tantri Moerdopo jurnalis Metro TV yang jadi mentor atau pembicaranya. FYI aja nih Tantri Moerdopo awalnya menjadi penyiar di TVRI, terus dia sempat bekerja di luar bidang jurnalistik, tapi ternyata doi udah jatuh cinta sama dunia jurnalistik, makanya dia balik lagi ke jurnalistik dan saat ini doi berkarir di Metro TV sebagai presenter berita Metro Plus Pagi senin – jumat jam 10.30 – 11. 30.

Yang gue dapet dari materi kemaren adalah Seorang presenter harus bisa meyakinkan penonton dengan informasi yang tentunya akurat. Kekurangan-kekurangan yang kita miliki harus bisa ditutupi. Terus gimana sih caranya kita tahu kekurangan kita? Ya banyak berlatih. Saat melakukan interview dengan narasumber juga kita harus hati-hati. Jangan sampai kita menyinggung perasaannya. Hindari pertanyaan seperti : Bagaimana perasaan ibu/bapak terkait bencana yang menimpa anggota keluarga ibu/bapak? Atau apakah ada tanda-tanda atau firasat sebelum bencana ini terjadi? Kalau kita mengeluarkan pertanyaan itu kata Kak Tantri sih kita udah kehabisan ide atau pertanyaan buat diajuin ke narasumber.

Hal wajib yang harus dimiliki sama jurnalis atau presenter adalah

Be on time. Dua jam sebelum acara atau minimal satu jam sebelum acara kita udah harus nyampe ke TKP atau kantor. Gunanya buat persiapan. Karena seperti yang gue tulis sebelumnya kalau jurnalistik itu unpredictable Jadi bisa aja kita udah prepare script, setting dan sebagainya tapi semua itu berubah karena ada kejadian yang lebih genting yang harus atau kudu kita kasih tahu ke pemirsa secepat kilat. Hahahaa.
Nah ini! Kalau udah ‘nyemplung’ ke dunia jurnalistik badan kudu kuat-kuat deh. Kerjaan enggak tahu waktu, enggak nentu, makan enggak teratur dan sebagainya kalau kita enggak pinter-pinter nyuri waktu buat istirahat sama makan wah bisa-bisa kita drop. Itu sih yang gue rasain dulu pas ikut UKM. Sempet kena tipus hahahaa. Tapi katanya sih kalau belum kena tipus katanya belum afdol jadi jurnalis (yeee enggak gitu juga kaleeee).
Attitude atau sikap. Ini juga enggak kalah penting. Ya namanya jurnalis atau presenter berita di mata orang awam atau orang yang enggak paham sama bidang beginian kan tahunya mereka nyalain tv terus nonton berita ada presenter atau jurnalisnya terus mereka dapet info, dan menjadikan jurnalis atau presenter ini panutan mereka. Karena jurnalis sering dianggap orang yang tahu segalanya. Jadi kalau kita enggak pinter-pinter jaga sikap, kita enggak bakal di ‘pake’ lagi sama stasiun tv yang udah ngontrak kita. Ihhhh seremmm.


Sebenarnya enggak cuma gitu doang. Tapi sebagai seorang jurnalis kita dituntut untuk bisa fleksibel. Bisa masuk ke mana aja,  mau disuruh interview siapa aja harus siap. Terus happy positive. Kalau kata Kak Tantri sih “Gimana pun kondisi kita di hari itu, kalau kita udah on cam, harus selalu positif. Wajib masang muka yang seneng, enak dilihat, jangan sampe kita masang muka bête pas nyampein berita. Tapi disesuain juga sama beritanya. Kalau lagi ngasih info duka cita, ya jangan masang muka seneng juga. Karena kenapa? Seorang jurnalis itu dipercaya audience. Jadi jurnalis itu istilahnya bukan terkenal, tapi dipercaya. Karena kita ngasih info ke orang jadi kita harus masang muka yang meyakinkan, biar audience yakin sama info yang kita kasih.”  Terbuka, maksudnya mau disuruh liputan kemana aja, kondisinya kayak gimana harus siap mental dan  fisik. Enggak bisa tawar menawar deh kalau udah disuruh liputan kemana aja harus siap.   Humble, nah ini biasanya sih kalau kita udah jadi jurnalis yang sering nongol di tv, kadang suka kena tuh namanya star syndrome. Mentang-mentang sering nongol di tv apalagi tvnya tv yang cukup ternama, pasti ada aja orang yang songong, belagu dan ngelunjak. Biasanya sih jurnalis / presenter berita macam kayak gini bisa enggak dipake lagi.  Makanya kita harus tetap rendah hati sama siapa aja.

Bisa dipercaya. Iya dong, sebagai jurnalis kita harus bisa dipercaya. Karena jurnalis bekerja berdasarkan fakta, No gossip (lah kok kayak salah satu tagline acara entertainment yak? Hahaha). Nah salah satu  cara biar kita bisa dipercaya adalah dengan melakukan riset. Jurnalis itu wajib hukumnya buat riset untuk melengkapi data-data yang dimiliki olehnya. Jadi sebelum kita terjun ke lapangan ada baiknya kita riset dulu, mau dari internet, buku, koran, majalah, keterangan narasumber atau apapun yang bisa dijadikan sumber atau referensi. Makanya jurnalis itu dituntut untuk banyak baca, KEPO dan peka buat menghasilkan berita yang berdasarkan fakta. Pas masih aktif ikut UKM Riset juga enggak pernah gue lupain kalau mau liputan, bahkan sampe sekarang. Karena kerjaan gue sekarang juga enggak jauh-jauh dari nulis berita. Cuma bedanya bukan nulis berita buat media cetak, online atau elektronik, tapi buat kampus gue. Hahaha.

Knowledgeaable. Jelas kalau jurnalis itu harus banyak tahu dari orang-orang yang bukan jurnalis. Nah satu lagi nih keenakan jadi jurnalis yaitu, bisa tahu duluan peristiwa atau hal-hal yang orang awam belum tahu. Bahkan jurnalis itu bakal tahu rahasia narasumber atau peristiwa sampe ke dalem-dalemnya, walaupun enggak semua di share ke publik. Makanya kalau dalam jurnalistik dikenal istilah off the record dan on the record. Off the record itu hal-hal atau informasi yang enggak boleh dikasih tahu ke publik. Jadi cukup antara si jurnalis sama narasumber aja yang tahu informasi tersebut. on the record lawannya off the record, yaitu hal-hal yang boleh dishare ke publik.

Grooming. Sebagai seorang Jurnalis tv pasti ada tuntutan untuk tampil maksimal.  Enggak harus cantik atau ganteng sih. Tapi minimal harus enak dilihat. Rapi lah kalau lagi on cam. Karena katanya Kak Tantri sih “Jurnalis itu mencerminkan stasiun tv mana kita berasal.”

Oke teorinya udah. Sekarang waktunya praktik. Seperti yang suka gue jelasin di tulisan-tulisan gue sebelumnya kalau di setiap pertemuan pasti ada simulasinya. Nah di bagian TV Presenting and Journalism simulasinya adalah melakukan live report. Kak Trantri sudah menyiapkan kertas-kertas yang berisi topik untuk dibawakan oleh gue dan temen-temen gue. Kalau gue sendiri kebagian topik Partai Golkar. Jadi tugas gue adalah nyampein informasi tentang Partai Golkar, pastinya informasi yang update ya. Kebetulankan Partai Golkar lagi ada Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa) buat miliih ketua umum parta yang baru, jadi gue membawakan informasi tentang itu.

Beberapa hal yang bisa gue rangkum adalah kekurangan gue banyak mengeluarkan kata ‘eeee’, kalau abis  ngomong  engos-engosan hahaha. Gue juga sampe saat ini memang belum bisa ngatur napas yang baik kalau abis ngomong. Entah kenapa. Dan masih keliatan nervous di depan kamera. Ya gue menyadari masih banyak kekurangan sih di diri gue yang harus gue perbaiki lagi. Tambahan juga sih kalau ada jargon-jargon atau istilah yang agak susah dimengerti sama orang awam, lebih baik kita ganti aja dengan kata-kata yang lebih familiar di telinga-telinga orang awam, jangan pernah mencampur antara bahasa inggris dan bahasa Indonesia kalau lagi live report. Dan kalau mau bawa ‘contekan’ atau quecard’ nyusunnya yang rapi ya teman-teman, biar bisa dibaca dengan baik. Jangan kayak gue , bikin quecard tapi gue bingung bacanya. Hahaha. TV Presenting & Journalism, ternyata susyaaaahhhhh juga yaaaa!.


  • 0 Comments

Ini gue sama Dea lagi latihan bawain materi

Tanggal 23 Agustus kemarin gue mendapat kesempatan untuk siaran di Marketeers Radio di gedung Eightyeight@kasablanka yang ada di daerah Casablanca Jakarta Selatan, tepatnya samping Mall Kokas persis. Kesempatan ini datang enggak jauh-jauh dari program Kelas Penyiar Indonesia (KPI) yang  bekerjasama dengan Marketeers Radio. Sebelumnya mungkin ada yang nanya atau bingung, Marketeers Radio itu frekuensinya berapa emang? Jadi Marketeers Radio itu adalah radio streaming yang dimiliki oleh marketeers.com.

Dikutip dari website Marketeers,  Marketeers sendiri adalah media yang menyediakan informasi aktual seputar bisnis dan pemasaran dari kacamata konsep marketing terkini. Media yang dimiliki sama Marketeers enggak cuma radio aja nih, tapi juga ada majalah, event, marketeers TV dan lain-lain.  Tapi kalau dari kalian ada yang mau dengerin kayak gimana sih program siaran Marketeers itu? Bisa di search aja di Mbah Google dengan kata kuncinya ‘Marketeers Radio’ ya. Walaupun isi dari marketeers itu kebanyakan tentang pemasaran dan bisnis, bukan berarti isi siaran dari marketeers radio itu tentang kedua hal itu terus.


Ada kok siaran hiburannya, tapi tetap edukatif. Contohnya nih, kebetulan gue dapat jadwal siaran di program Marketeers And The City yang mengudara tiap rabu, jam 10.00 sampai jam 11.00 siang. Jadi di program itu ngebahas tentang kuliner, do’s and dont’s (mitos) di suatu daerah dan destinasi atau tempat pariwisata yang ada di daerah Indonesia. Kebetulan gue sama  temen gue yang juga berasal dari KPI BAC Batch 4, namanya Dea kebagian ngebahas tentang kota Makassar. Siaran ini gantian sama anak-anak Batch lain, jadi tiap anggota BAC dapat kesempatan buat siaran di Marketeers Radio.

Selain di program Marketeers And The City, anak-anak KPI BAC Batch 4 juga mendapatkan kesempatan nih buat siaran di program lainnya, seperti Battle of The Brand yang mengudara tiap kamis jam 18.00 sampai 19.00. Kalau di program ini ngebahas tentang perbandingan antara dua brand yang lagi hitz di masyarakat. Oh iya perlu gue infoin juga kalau siarannya dilakukan secara tapping. Jadi kita enggak perlu takut salah hehe. Kebetulan gue sama Dea tapping selasa sore jam 18.00. Tapi kita sangat disarankan datang 30 menit sebelum siaran, buat latihan dulu.

Berhubung dulu pas kuliah pernah nyoba ikut UKM Radio juga,  pengalaman siaran di marketeers radio lumayanlah jadi obat kangen sama siaran hehehe. Oh, kalau ada yang mau dengerin siaran gue kapan, bisa tuned in di hari rabu tanggal (21/9/2016) jam 10.00-11.00 ya (Kalau enggak ada perubahan). Dicatet ya! Hehehe.









  • 1 Comments


Pertama kali lihat buku ini di rak buku Gramedia Bintaro, saya langsung memfokuskan perhatian sama buku yang satu ini.  Kenapa? Karena dari judulnya saja ada embel-embel USA. Iya saya suka banget baca buku yang ada kaitannya sama Amerika, karena saya punya impian, suatu saat saya harus bisa ke Amerika. Aamiin🙂

Setelah saya membaca bukunya sampai tuntas, saya bisa katakan saya enggak menyesal sama sekali telah membeli buku ini. Buku ini benar-benar ‘asupan’ yang sangat bermanfaat bagi jiwa tiap orang yang punya mimpi. Lost In The USA mengajarkan kepada para pembacanya untuk memiliki tekad yang kuat serta bekerja keras meraih impian, bersyukur dengan apa yang sudah didapatkan selama ini dan tak lupa untuk selalu berbakti pada kedua orang tua dan tidak pernah melupakan kehadiran Tuhan di manapun dan kapanpun.


Setting waktu di novel ini tahun 1980an. Berawal dari Fathi Bawazier selaku tokoh utama sekaligus penulis novel ini yang ingin menjadi manusia berilmu dan memiliki nilai jual tinggi di tengah-tengah persaingan jutaan manusia yang berusaha memperoleh kehidupan yang layak dan mapan untuk masa depan, maka menurutnya hanya ada dua pilihan yang harus ia tentukan, yakni kuliah di Universitas negeri atau kuliah di Universitas luar negeri.

Saat SMA Fathi mendapat julukan sebagai ‘anak garpu’, karena ia memiliki rambut kribo dan ia menggunakan garpu makan sebagai sisir untuk merapikan rambutnya. Dalam novelnya Fathi bercerita jika ia termasuk anak yang badung disekolahnya. Saat SMA ia menggunakan jeans belel, jaket warna hijau tentara, sepatu kets belel, bahkan jika ia sedang malas memakai sepatu kadang memakai bakiak dan tidur dikelas. Ia  tak pernah membawa tas, hanya satu buku tulis yang memuat semua mata pelajaran dan disematkan di saku belakang celana.

Sempat saya berpikir, kenapa orang-orang sukses atau public figure yang banyak menginspirasi orang itu masa lalunya sempat jadi anak badung atau anak nakal. Sebut saja Bill Gates yang sering bolos kuliah dan akhirnya di DO dari kampusnya. Sekarang dia jadi pemilik microsoft. Ya walaupun tidak semua orang sukses seperti itu sih. Hehe. Ini membuktikan kalau tidak semua anak badung, masa depannya akan jelek atau berantakan.

Tidak berhasil masuk Universitas negeri impiannya yakni ITB sampai UI, akhirnya Fathi memilih pilihan kedua yakni kuliah di Universitas Luar negeri. Keinginan tersebut tidak bisa tercapai dengan mudah, Ayah Fathi yang biasa dipanggil Abah saat itu bekerja sebagai makelar bahan bangunan tidak bisa membiayai kuliah Fathi di luar negeri. Tetapi mengijinkan anaknya merantau ke luar negeri. Saya sangat salut dengan orang tua Fathi yang mengijinkan anaknya untuk meraih impiannnya sekolah di luar negeri. Mamah dan Abah sangat mendukung apapun keinginan anaknya dan tidak pernah sekalipun menciutkan mimpi anaknya. Mereka sangat percaya dengan anaknya.

Sebenarnya Fathi ingin sekali merantau ke Australia, namun sayang, tahun 1980an untuk mendapatkan visa ke Australia sangat susah. Saat Fathi berusia 19 tahun, ia pernah berusaha untuk mendapatkan visa turis Australia. Setelah mengalami tiga kali penolakan pengajuan visa tourist Australia, akhirnya Fathi bisa mendapatkannya walaupun hanya mendapat izin 14 hari. Di Australia Fathi tinggal selama 3.5 bulan, harus  pulang ke Indonesia dengan cara dipulangkan oleh petugas imigrasi, karena statusnya sebagai imigran gelap. Saya sebagai pembaca merasa kagum akan kegigihan Fathi. Mungkin buat orang lain kegagalan mencapai tiga kali, sudah membuat orang gampang menyerah. Dan terbukti dengan kegigihan, keinginan untuk bisa ke Australia bisa terwujud ya walaupun berakhir dengan tragis.

Kegagalannya meniti karir dan sekolah di negeri orang tidak mengurungkan niat Fathi untuk merantau ke luar negeri lagi. 2. Agustus 1987  saat ia berusia 23 tahun dan bersama Thoriq (19)  sepupunya pergi ke Amerika, tepatnya Los Angeles. Disini saya sekali lagi dibuat kagum oleh keberanian Fathi, yang tak takut untuk mengambil risiko. Pergi ke Amerika tanpa ada sanak saudara di sana, tidak mengurungkan niatnya untuk bisa menjadi manusia yang berilmu dan memiliki nilai jual tinggi. Novel yang bisa dibilang termasuk novel religi ini banyak menyiratkan pesan-pesan islami yang sangat menyentuh. Fathi sempat bekerja sebagai pengantar Piza yang mengandung daging tak halal . Ia bimbang dan meminta pendapat seorang Uztad yang akhirnya menyarankan ia untuk keluar dari tempat kerjanya dan yakin akan ada pekerjaan lain untuknya.

Fathi bekerja di station Operator Inc, subsidiary dari Mobil Oil Corp perusahaan perminyakan kelas dunia sebagai kasir.  Di dalam bukunya Fathi banyak bercerita tentang pertolongan Allah SWT. Salah satunya adalah ketika Fathi diharuskan menjadi saksi dalam kasus yang menimpa teman kerja barunya bernama David yang ternyata seorang Psycho Maniac. Disatu sisi jika ia memberatkan David ia takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi padanya, sementara jika ia tidak memberikan kesaksian ia akan di kenai hukuman pasal penghinaan terhadap lembaga peradilan yang sanksinya kurungan penjara dan denda. Sebelum persidangan tersebut dilakukan ia solat tahajud meminta perlindungan dari Allah SWT   dan akhirnya ia batal menjadi saksi yang otomatis menyelamatkan hidupnya.  Yang saya suka dari buku ini adalah banyak menyisipkan ayat maupun hadist islami yang menambah pengetahuan saya akan kebesaran Allah SWT. Salah satunya yakni, ‘Dalam surat Al-Baqarah, ayat 216  mengatakan “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahai ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui’ ( hal 165).

Inti dari novel ini kita diajarkan untuk tidak pernah lelah untuk mengejar mimpi. Terbukti dengan kegigihannya Fathi bekerja di Amerika ia berhasil kuliah di Pierce College sebuah community college atau setara dengan D2 jurusan computer science. Dan berhasil mencapai posisi  manager menggantikan  bosnya di perusahaan yang masih sama yakni Mobil Oil Corp. Dan saya mengambil pelajaran juga bahwa perbanyaklah berteman dengan siapa saja yang bisa membawa kita kepada kesuksesan, karena kita tidak akan tahu rejeki bisa datang dari orang-orang yang kita baru kenal. Dalam novelnya Fathi banyak berkenalan dengan teman-teman baru yang mengantarkannya pada mimpinya.

Saya juga mendapatkan beberapa gambaran tentang kehidupan di Amerika, misalnya di halaman 24 ternyata walaupun Los Angeles bisa dibilang sebagai negara bagian yang kita kenal sebagai salah satu surganya film di Amerika, tapi di sana juga banyak gembel-gembel atau homeless dan banyak tindakan kejahatan dilakukan di sana, walaupun settingnya tahun 1980an. Di halaman  8, Fathi menjelaskan cara menaiki bus, yakni pintu terbuka otomatis, penumpang naik, lalu memasukkan uang ke kotak besi di sebelah sopir. Ternyata kotak besi tersebut bisa secara otomatis dapat menghitung uang yang dimasukkan penumpang. Saya berpikir di tahun 1980an saja Amerika sudah memiliki transportasi yang memiliki teknologi praktis dalam hal transaksi. Di Bab 13, saya juga baru tahu ternyata di Amerika ada mata kuliah yang mengsyaratkan untuk pesertanya mengikuti tes bahasa inggris. Ada 10 level kelas bahasa inggris yang harus dilalui mahasiswa agar mendapat gelar setara D-2.  Wow mau mendapatkan suatu gelar saja harus melalui ujian bahasa inggris yang begitu banyak. Untung di Indonesia, bahasa Indonesia tidak ada tingkatan atau levelnya hahahaha.

Dan satu lagi yang bisa saya ambil dari membaca novel inspiratif ini adalah Fathi sangat menyayangi orang tuanya dan ia meyakini bahwa kesuksesan yang ia raih tak terlepas dari doa Mamah dan Abah nya. Sejauh apapun kita, sesibuk apapun kita dan bagaimana pun keadaan kita jangan sampai kita melupakan orang tua kita. Saya sangat merekomendasikan buku ini buat kita anak-anak muda yang masih punya semangat buat meraih impiannya🙂
  • 0 Comments
Waaaaaawwwww Broadcasting Advance Class #Batch4  udah masuk ke pertemuan 2 lho. Pelajaran yang kali ini bakal gue share adalah tentang  Radio Announcing Skill (Seperti judul gue di atas) barengan sama Penyiar yang GOKIL, EDAN, SERU PARAH Reza Alqadri. Tepatnya Sabtu (30/4/2016) di Estubizi Gedung Setiabudi 2 Kuningan Jakarta, gue dan teman-teman gue yang udah sempet gue kasih tahu di tulisan sebelumnya datang dengan harapan kami bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat soal Radio Announcing Skill. Tapi ternyata perkiraan gue salah.

Salah kenapa? Gue enggak cuma dapat ilmu soal announcing doang, tapi juga terhibur sama tingkah lakunya Reza yang ternyata beda banget sama suara renyah, merdu, sopan dan beradab  di radio yang selama ini gue denger HAHAAHAHAHAH. Gue adalah salah satu pendengar Prambors Radio atau istilah kerennya Kawula Muda beberapa tahun belakangan ini. Dan Reza adalah mantan wadyabala  Prambors yang kadang gue nantikan kemerduan suaranya (Kadang? Hahaha.) Dulu pas doi masih di Prambors gue sering denger dia di weekend show sama DJ Show. Pas gue denger suaranya gue selalu ingat sama salah satu penyiar VOA Irfan Ihsan. Karena menurut gue suaranya Reza mirip sama Kak Irfan (Yaelah Kak, kayak kenal aja gue sama Irfan Ihsan HAHAAHHA).

Sebelum gue ngomongin soal materi yang bakal bikin lu pusing atau mungkin justru bikin penasaran atau KEPO sama Radio Announcing Skill kayak macam mana, gue bakal sedikit membeberkan profil Reza Alqadri dulu yes.

Laki-laki yang mempunyai nama panggilan Mbe ini berdarah Arab. Lahir tanggal 10 Maret 1991 ternyata eh ternyata adalah alumni dari Binus University dan doi mengawali karir di bidang radio dari BVOICE Radio(Bina Nusantara Voice), Radio Kampusnya Bina Nusantara University. Kalo dari cerita doi kemarin, doi pernah jadi penyiar radio di Global Radio FM, Prambors FM (2011-2014) dan sekarang doi mengudara di Hitz FM (96.7) di program Zombie Hits (Zona Muda Bikin Eksis) senin – jumat 13.00-17.00.  Berdasarkan info yang gue dapatkan dari Mbah Marijan, eh salah maksudnya Mbah Google hahaahah, kalo Reza ini hobi nya nonton film, makan, sama travelling dan tidur.

Udah  ah bahas Reza nya, yuk langsung aja gue bagi nih ilmu-ilmu yang udah gue dapet dari Reza Alqadri soal Radio Announcing Skill, check this out.

Diawal pertemuan sebelum doi ngomong A-Z soal Radio Announcing Skill itu kayak gimana, gue inget banget dia bilang “ Jadi penyiar radio itu bisa ngasilin duit. Bisa jadi kerjaan.” Buktinya? Kalau kata Reza sih semenjak dia kerja di Hitz sekarang dia bisa ganti mobil baru dan pacar baru (Lah apa hubungannya Pacar baru sama mobil baru?) ya enggak ada hubungannya sih. Tapi yang jelas lewat Radio Reza bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-harilah sandang, pangan, papan dan mobil hahaha.

Kalo menurut Reza ada beberapa rules tidak tertulis yang harus dimiliki sebagai Radio DJ yaitu 1. Enak. Enak di sini maksudnya bukan makanan ya. Tapi cara penyampaian pesan ke pendengar (Asikkk, bahasa gue udah kayak dosen yang lagi nyampein teori komunikasi. Hahahahah.) 2. Harus tahu diri sendiri. Kita harus tahu kelebihan dan kekurangan kita apa. Apa yang kita suka dan enggak. 3. Think out of the box atau beda dari yang biasanya. dan yang terakhir dan yang paling penting adalah jadi diri sendiri atau be your self.

“Penyiar radio tuh temen. Anggap diri lo sebagai temen buat para pendengar lo. Dan sebut mereka dengan kata ‘lo, kamu, Anda atau kata-kata personal lainnya yang bikin seolah-olah mereka lagi ngomong berdua sama kita (penyiar).” Begitulah lebih kurangnya kata Reza. Hahahah.

Seorang Radio DJ yang baik itu harus punya ciri khas dan kepribadian yang unik. Nah cara biar kita punya ciri khas yang unik dengan banyak latihan dan pengalaman.  Selain itu menurut Reza hal yang harus diperhatikan jika menjadi seorang Announcer adalah Attitude, Able to talk, Memahami format siaran, Mengetahui kemauan pendengar, Good Looking (Panutan cara penampilan) dan Bisa Bahasa Inggris (Oke DICATET!)

Enggak  cuma teori doang yang kita pelajari tapi juga ada simulasi atau praktik. Salah satu contohnya kita melakukan simulasi intro saat mau memulai siaran. Terus cara memadukan Talk set baik dari intro, content sampai outro, (Sorry bukan gue enggak mau bagi-bagi tapi agak susah buat dijelasin lewat tulisan, kalau mau lebih jelasnya coba cek aja di Youtube atau internet tentang talk set. Di jamin pasti ada hahaah).

Mungkin dari kalian (yang baca tulisan gue) ngerasa enggak pede sama suara yang dimiliki. Nah Reza bilang gini nih “Setiap orang tuh dikasih anugerah sama Tuhan beda-beda. Kalau kita dikasih suaranya cempreng atau lembut ya udah terima aja. Kalau ada orang yang enggak suka sama suara kita, berarti orang itu bukan sasaran pendengar kita. Setiap orang itu punya keunikan masing-masing.” (Subhanallah nasehatnya Reza bikin hati gue adem hahaha).

Udah ah sharing-sharingnya, apa  tapi masih penasaran?  (makanya ikut Broadcasting Advance Class dong hahaha), seperti biasa gue bakal kasih foto-foto kegiatan BAC #BATCH4

Ini dia manusia yang bernama Reza Alqadri, ternyata aslinya kereeeen lho hahahaah. Source : Twitter Kelas Penyiar Indonesia (@kelaspenyiar_id)
Disesi ini gue dan temen-temen diminta sama Reza buat merem, untuk bisa nentuin kapan harus masuk (ngomong) saat lagu  lagi diputer. (Source : Instagram Kelas Penyiar Indonesia : kelaspenyiar_id)
Seperti biasa di akhir jam kelas ada sesi foto bareng sama pemateri. Sayang di kelas kemaren enggak lengkap 25 orang pesertanya. Hiks.

Di pertemuan selanjutnya, BAC #BATCH4 bakal belajar tentang TV Presenting & Journalism. Sama siapa? Eiiittt sabar dulu, tunggu postingan gue selanjutnya yaa ðŸ™‚
  • 0 Comments

Ini dia bentuk ‘Pengumuman’ yang bikin gue tertarik buat daftar program Broadcasting Advance Class Batch 4 yang gue dapet dari ID Line Rajanya Event. (Terima kasih Rajanya Event)


Halooo, I’m back! Hahaha. Udah lama banget enggak nulis di blog gue yang kesekian ini hahaha. Di postingan kali ini gue bakal share pengalaman gue mengikuti komunitas yang bernama  Kelas Penyiar Indonesia (KPI). Buat yang belum tahu, KPI adalah sebuah komunitas yang ditujukan bagi orang-orang yang mau belajar atau passionate tentang dunia broadcasting.

Awalnya kenapa sih gue bisa bergabung sama KPI ini ? Well  dikarenakan gue pengin banget jadi jurnalis hahahaha. Untuk menjadi seorang jurnalis itu enggak mudah, di luar sana banyak banget orang yang sama kayak gue yang kepengin juga jadi jurnalis, tapi dengan cara yang berbeda-beda. KPI memang bukan jaminan gue atau semua pesertanya bakal menjadi apa yang kita mau di bidang broadcasting dikemudian hari. Tapi dengan KPI ini bisa menjadi wadah untuk orang yang interest di bidang broadcasting buat nambah ilmu, jaringan dan pengalaman.


Terus gimana caranya gue bisa gabung sama KPI? Itu semua berkat Line hahahah. Lho kok Line? Gue jamin pasti hampir semua orang punya Line. Kebetulan di Line gue ada official Line ‘Rajanya Event’ yang notabene (bahasa gue berat bener hahah) adalah sebuah akun yang selalu meng-share tentang event-event, komunitas atau lowongan-lowongan kerja baik freelance, part time dan lain-lain yang kebetulan banget itulah yang gue butuhkan saat ini (HAHAHAAHHAHA, CURCOL!, TAPI BUKAN BERARTI SAAT INI GUE PENGANGGURAN LHO. GUE KERJA JUGA! J)

Nah Rajanya Event sempet share soal Komunitas KPI ini yang sedang membuka kesempatan buat join di program Broadcasting Advance Class Batch 4. Yes, Batch 4, jadi semacam angkatan. Setiap kelasnya program ini hanya membuka kelas untuk 25 orang aja. Saat baca info itu, ada rasa mau gabung, tapi masih ragu. Karena sebelumnya gue belum pernah ikut komunitas apapun di muka bumi ini hahaha.

Tapi gue mulai berfikir kapan lagi bisa ikut komunitas yang memang fokus mempelajari bidang broadcasting? Dan kebetulan disaat gue mengetahui program Broadcasting Advance Class ini mereka (pihak KPI) sedang membuka harga promo sampai tanggal tertentu yang pastinya pas buat kantong gue (Kalau mau tahu lebih detail, bisa cek twitter atau website KPI ya!)

Sebelum gue memastikan diri gabung di KPI, pastinya gue searching-searching soal KPI itu komunitas semacam apa. (HAHAHAHAHA). Dari hasil riset kecil-kecilan gue, gue mengambil kesimpulan  (kesimpulan? Skripsi kali aaaahhh), kalau KPI adalah komunitas yang sehat, benar adanya dan bukan komunitas yang menipu. Hahahaha.

Di KPI enggak cuma program ini aja, tapi juga ada program Free Broadcasting Class yang kapasitasnya jauh lebih banyak dibanding Broadcasting Advance Class. Apa bedanya Broadcasting Advance Class sama Free Broadcasting Class? Penasaran ya? Cari aja sendiri…. (Hahaha, CANDA! Jangan BAPER!).

Kalau Broadcasting Advance Class, seperti yang sudah gue jelaskan di atas, kapasitasnya hanya 25 orang dan ada biayanya, terus belajarnya juga lebih intens, dapat serifikat dan modul dan ada media visitnya, baik itu ke stasiun tv atau ke stasiun radio. Dan yang membedakan lagi adalah di akhir kelas (pertemuan keempat) ada Final Assesment, semacam tes dan penilaian gitu. Di sesi ini kita diminta untuk mempraktekkan semua materi yang udah kita dapatkan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya.  Sedangkan Free Broadcasting Class kapasitasnya lebih dari 25 orang, ada guest mentor class dan tidak dipungut biaya sama sekali. Tapi walaupun gratis enggak semua orang bisa join di program ini. Ada proses seleksi dari form pendaftaran yang ada di situs Kelas Penyiar Indonesia. Sampai gue memposting tulisan ini Alhamdulillah Free Broadcasting Class sudah memasuki Batch 19 (Hahaha). Intinya sih semua program yang ada di KPI pastinya membawa manfaat dan tujuan yang sama yaitu berbagi pengalaman, ilmu dan networking yang  berguna banget buat pesertanya. Jadi kalau ada yang mau gabung ya sesuain aja sama waktu dan budget juga (hahaaha).

Kalau program Broadcasting Advance Class Batch 4, Jadwal  ada empat kali pertemuan setiap hari sabtu (Jadwal ditentukan dari pihak KPI) jam 8.15 sampai jam 12.30 siang di Gedung Setiabudi 2, Jl. HR. Rasuna Said  Kav. 62 Kuningan Jakarta Selatan. Disetiap kelasnya kita bakal belajar berbagai topik soal broadcasting, seperti Public Speaking Ethic, Radio Announcing Skill, TV Presenter & Journalism dan Personal Branding  (setiap sesinya gue bakal share cerita-cerita di blog ini, TENAAAANNNGGG!). Kelas pertama kemarin sabtu

(16/4/2016) dimulai dengan topik Public Speaking Ethic. Mentornya adalah Kak Bintang Cahya sekaligus founder dan Kepala Sekolah KPI.

Bintang Cahya, pernah menjadi announcer di Makobu FM Malang, Global FM Jakarta dan juga VO Talent serta menjadi MC diberbagai event baik lokal maupun internastional. Dari pengalamannya kebayang dong ya, sejago apa doi dibidang siar menyiar di jagat ini (oke agak lebay hahaha).

Di sesi Public Speaking Ethic ini para peserta belajar gimana sih caranya Public Speaking yang baik. Kak Bintang bilang “Tujuan bicara ada tiga jenis, tujuan informatif, tujuan persuasive dan tujuan rekreatif.” Dan menurut Kak Bintang cara agar saat kita berbicara tidak membosankan dengan cara “eye contact, ice breaking (games, humor, cerita dll), ada intonasi dan yang paling penting adalah riset audience di acara tersebut. Enggak cuma teori aja yang diajarin tapi kita juga ada simulasinya niih, dari simulasi yang paling simple, yaitu ngucap kata “Hai!”. terus kita diminta buat ngasih tahu siapa sih idola Broadcaster kita, ceritain hobbi kita masing-masing (ya walaupun enggak semua kebagian sih hahaha). Kak Bintang juga bilang kalau dalam berbicara baik itu hal simple kayak nyapa orang atau sekalipun itu Public Speaking yang penting kita bicara dengan tulus dari dalam hati atau sincere (Setuju sist!)

Enggak afdol rasanya kalau cuma kata-kata doang, nih gue kasih foto-foto bukti kelas pertama  Broadcasting Advance Class Batch 4 KPI, check it out!

Kita lagi belajar ngomong “Hai!” dengan cara yang tulus (Eiiit! Bukan Tulus penyanyi lho!) *Source : Twitter Kelas Penyiar Indonesia (@Kelaspenyiar_id)

Ini dia para peserta Broadcasting Advance Class Batch 4 yang totalnya ada 25 orang enggak lebih enggak kurang ya hahaha. Yang jelas gue enggak bisa sebutin satu-satu nama mereka, karena kepanjangan kalo disebutin. Kita semua berasal dari berbagai latar belakang dan asalmuasal yang beda-beda, ada yang jauh-jauh PP dari Bandung ke Kuningan, bahkan ada yang asalnya dari Flores NTT, namanya Irwan. (Itu tuh yang pake sweater ungu hahaha.) ya walaupun doi kerjanya ngerantau di Jakarta sih hahaha. Kalau dari segi ‘kesibukan’ ada yang blogger dan tukang jalan-jalan (yang jelas bikin envy tiap liat postingannya), ada yang tukang event, tukang nge-MC, ada yang fotographer sama videographer ada yang masih kuliah, ada yang tukang ngetweet, ada yang kerja di majalah film ( dia rajin ngirimin chat soal film-film baru, mayan enggak usah update film di website 21 C******x itu lagi) dan macem-macem latar belakang lainnya yang enggak bisa gue sebutin satu-satu.

Ini salah satu temen gue, namanya Ais yang hobbinya photography sama videography lagi maju ke depan buat ceritain hobbinya dia (seru banget Is kayanya hahahahaha)


Namanya juga anak kekinian, di manapun kapanpun pasti poto poto (Hahahaha)







  • 0 Comments
Kak Yurgen Alifia (Kiri), Kak Stela Clarisa (Tengah) dan Bu Netty Kalalo dari PPIA dalam sesi talk show.

Sebenarnya postingan ini udah sempet gue share di Blog gue yang lain, yakni Tumblr. Tapi berhubung Tumblr terkadang angot-angotan dan gue sangat menyayangkan tulisan ini hanya menjadi sampah di Blog gue, ada baiknya gue repost lagi tulisan yang sangat berharga ini hahahaha.

So enjoy 🙂

Minggu ini adalah minggu yang gue nanti-nantikan. Kenapa? Karena ada dua hal yang sangat gue tunggu-tunggu kedatangannya.  Hal pertama adalah akhirnya senin kemarin (4/5) gue sidang akhir saudara-saudara!! Setelah hampir empat tahun gue merasakan namanya kuliah akhirnya gue lulus juga dan menyandang status S.Ikom  (Alhamdulillah ). Setelah berkutat dengan yang namanya Skrips***t eh maksudnya Skripsiiiii  (HAHAHAHA) selama kurang lebih 6 bulan, di hari Senin kemarin gue akhirnya bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah gue kerjakan selama ini dan sudah berhasil melepas masa  status lajang eeeehhh maksudnya status mahasiswa gue (HAHAHAHA, cerita lengkap tentang sidang akhir gue akan gue share di Blog ini. Tunggu aja ya).


Hal kedua yang gue nantikan adalah gue berhasil menghadiri (lagi)  acara Press conference PPIA-VOA yang diadakan di Pacific Place yang terletak di daerah Sudirman, Senayan. Kok ada kata ‘lagi’? Iya karena tahun lalu gue juga berkesempatan datang ke acara yang sama dan di tempat yang sama pula (Cerita tahun lalu juga sempat gue share di blog ini, silakan dibaca kalo minat hehehe).

Sebelum masuk ke cerita inti ada baiknya kalian membaca sedikit cerita di bawah ini Check it out!!!

Di hari Senin (4/5) siang tengah hari bolong ada tiga orang cewek yang sedang duduk di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh orang-orang yang lalu lalang sedang bekerja.  Satu cewek sedang komat kamit berdoa semoga sidang akhirnya lancar hari ini (itu gue). Satu lagi cewek berkrudung yang sedang duduk di samping cewek yang sedang komat-kamit itu tadi sedang menikmati cemilan yang ada ditangannya  (Tiara) dan cewek satu lagi yang sedang mainin handphonenya (Detta).

Satu jam sebelum gue sidang perkara, eh salah maksudnya Sidang akhir hehe, gue ngobrol-ngobrol sama 2 orang temen gue  ini yang sedang menemani gue dengan setia sebelum akhirnya gue masuk ke ruang sidang akhir. Kira-kira begini obrolan kita :

Gue : Eh Rabu ini mau ikut gue ke Pacific Place gak? Tanya gue dengan penuh antusias setelah komat-kamit baca doa.

Tiara : Ngapain?

Gue : Mau nonton acara PPIA-VOA

Tiara : emang ada siapa aja?

Gue : Ada jurnalis Metro TV  yang abis magang di Amerika, salah satunya ada Yurgen Alifia.

Tiba-tiba temen gue yang bernama Detta yang sejak obrolan gue ini terjadi dia lebih banyak mainin handphone nya, berdiri sambil kegirangan bilang “Ahhhhhhh gue mau ikut dong!!!”  Ekspresi Detta seakan-akan mau ketemu sama idola nya hahaha, btw emang Detta udah pernah ketemu sama Kak Yurgen sebelumnya di acara yang sama tahun lalu bareng sama gue. Dan dia bilang dia kagum sama Kak Yurgen (eccciiiieeeeeeeeeee)

Gue : Yaudah ayo.

Tiara nanya lagi “ Emang di sana acaranya ada apa aja?”

Gue : Intinya kita ngedengerin cerita dari Yurgen Alifia yang setahun kemaren magang di VOA Washington DC, pengalaman dia apa aja dan juga nanti di kenalin sama jurnalis baru yang bakalan berangkat ke Amerika ngegantiin Yurgen Alifia itu. (Gilaaak tahu banget lo Ka!!!)

Tanpa banyak bertanya lagi Tiara mengiyakan untuk ikut juga sama gue dan Detta ke acara PPIA-VOA.

Cerita lengkapnya begini saudara-saudara

Rabu (6/5) akhirnya gue bisa nongol lagi di acara Press Conference PPIA-VOA Broadcasting Fellowship di Pacific Place Sudirman tepatnya di @america. Enggak ada yang berubah di @america, dia masih ada di lantai 3 Pacific Place. (Hahaha ya kali pindah ke Amerika beneran). Sekedar informasi @america adalah pusat kebudayaan Amerika, yang didirikan pada Desember 2010 dengan tujuan mengenalkan Amerika Serikat melalui diskusi, pertunjukan budaya, debat, kompetisi, dan pameran. Seperti tahun sebelumnya, gue tidak sendirian datang ke acara tersebut, gue pergi bersama teman gue. Berbeda dengan tahun sebelumnya, di mana gue cuma pergi berdua aja sama Detta tapi kali ini gue pergi dengan tiga orang (Detta, Tiara dan Netya).

Mungkin buat teman-teman yang belum pernah membaca tulisan gue tentang ini sebelumnya agak bingung, apasih itu PPIA, Broadcasting Fellowship? jangan sedih jangan gundah jangan ngamuk ya, gue akan menjelaskan sedikit tentang hal-hal tersebut kepada Anda saudara-saudara, sebangsa dan setanah air (Hahahahahaha).

Jadi PPIA itu adalah singkatan dari Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika didirikan tahun 1959 sebelumnya namanya bukan PPIA, tapi masih bernama LIA (Lembaga Indonesia Amerika) nah udah ketahuan dong dari namanya, kalo organisasi ini dibuat hasil kerjasama antara Indonesia sama Amerika untuk mendorong hubungan persahabatan  antar kedua Negara. Salah satu hasil kerjasama antar Indonesia sama Amerika adalah program Broadcasting Fellowshipini. Yang gue tahu dari program ini Broadcasting Fellowship ini hasil kerjasama antara VOA yang ada di Amerika sama PPIA di mana dalam program ini jurnalis-jurnalis muda  Indonesia yang punya pengalaman kurang dari tiga tahun yang berhasil lolos dalam proses seleksi akan dikirim ke Amerika untuk ‘magang’ selama satu tahun di sana. Kebayang dong gimana serunya pengalaman-pengalaman para jurnalis Indonesia yang udah berhasil ke Amerika berkat program ini.

Tapi jangan salah jurnalis yang berhasil lolos juga gak mudah untuk mendapatkan kesempatan emas ini, mereka harus melewati beberapa seleksi. Mulai dari seleksi administrasi, bikin essay, wawancara langsung dengan pihak PPIA dan VOA di Jakarta dan Wawancara langsung dengan pihak VOA di Wahington DC. (Banyak ya…….), belum lagi pelamar yang ingin mendapatkan program ini mencapai ratusan orang (yaiyalah siapa juga yang gak mau ngerasain kerja  dan tinggal di Amerika???)

Terus apa hubungannya gue sama acara Broadcasting Fellowship itu?

Emang gak ada hubungannya, tapi gue sebagai salah satu fan berat dari VOA, pengin banget jadi jurnalis dan salah satu orang yang punya mimpi bisa ke Amerika  merasa sangat sedih banget kalo gue gak datang ke acara yang bermanfaat at least buat gue hehehehehe (ya walaupun baru dua kali datang sih hahaha)

Eh nanti dulu, tadi gue bilang gue adalah fan berat dari VOA? Emang kenapa gue bisa suka banget sama VOA? Jadi gini saudara-saudara, awal mula gue tahu VOA (Voice Of America) itu SMP kalo gak salah gara-gara acara Dunia Kita. Duh apa lagi tuh? Tenang-tenang, gue gak pelit informasi kok. Jadi Dunia kita itu adalah salah satu program yang isinya berupa liputan tentang warga Indonesia di Amerika Serikat, tapi gak cuma itu juga ada liputan dari mancanegaranya. Tapi sayang tayangannya cuma berdurasi 30 menit dan kadang suka berubah-ubah jam tayangnya. Dulu gue nonton Dunia Kita itu masih dibawain sama Mbak Ariadne Budianto (salah satu host VOA favorit gue) sama Mbak Susi Tekunan. Sampe Dunia Kita dibawain sama Mbak Anne dan Kak Yurgen Alifia masih tetep gue tonton karena saking sukanya gue sama acara-acaranya VOA. Terus sekarang juga ada acara yang bisa terbilang baru yaitu VOA Pop News yang dibawain sama Ian Umar dan Debbie Summual Patlis di Jak TV setiap hari minggu jam 15.30 sore.

Karena dari kecil gue udah dijejelin sama film-film Hollywood sama bokap gue (tenang bukan film-film yang tidak seharusnya gue tonton pada saat itu kok hahaha) dan gara-gara film Hollywood yang keren-keren itu dari kecil sudah tertanam di kepala gue kalo Amerika itu kereeeeeeeeeeeennnn buaaangeettt. Nah makanya sejak gue tahu kalo ada tayangan yang menampilkan cerita dari Amerika, berita dari Amerika and all about America gue langsung jatuh hati lah sama VOA.

Balik lagi kecerita inti, kali ini gue gak datang terlambat seperti tahun lalu. Gue datang on time  bahkan sebelum acara di mulai gue sudah menginjakan kaki di Pacific Place dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Nah para mantan fellow (sebutan bagi para peserta Broadcasting Fellowship yang lolos dan berkesempatan ‘magang’ di VOA Wahington DC) yang datang lebih sedikit dari pada tahun lalu hehehehe. Kalo tahun lalu itu ada Kak Kartika Octaviana, saat ini Kak Vina bekerja di Metro TV dan alumni dari UI. gue suka sama cara Kak Vina membawakan berita, cara bicaranya enak  terus cantik dan ramah pula lagi. hehehe. Terus ada Kak Rafki Hidayat, dia juga pernah kerja di Metro TV, tapi sekarang dia udah pindah ke Bloomberg (informasi ini gue tanyakan langsung ke orangnya lho hahahahahaha), menurut gue kalo Kak Rafki membawakan liputan pasti selalu semangat, apa lagi pada saat bawain acara VOA, bawain acara selalu  semangat, jadi penonton juga antusias kalo nonton acaranya dia. ada Kak Retno Lestari, Nurina Safitri dan Yurgen Alifia juga yang saat itu adalah fellow yang akan berangkat ke DC.Kak Yurgen juga alumni UI,  orangnya gigih banget lho, kenapa gue bisa bilang kayak gitu, karena dia itu sampe 3 kali ikut seleksi PPIA-VOA ini, kebayang dong betapa niatnya dia buat ngedapetin kesempatan ini.

Di pertemuan kemarin mantan fellow yang hadir ada Kak Vina, Kak Rafki dan pastinya Kak Yurgen yang baru kembali dari Amerika (Alhamdulillah akhirnya balik juga haha). Terus siapa dong jurnalis yang menggantikan Kak Yurgen? Gue????? (Penginnya hahahahahahaha). Dia adalah Maria Stela Clarisa Nau yang juga merupakan jurnalis dari Metro TV. Kak Stela ini lulusan dari Universitas Parahyangan Bandung dengan jurusan Hubungan Internasional.

Acara dimulai dengan pembukaan pemutaran video dari Kak Yurgen yang isinya kegiatan-kegiatannya di sana, liburan dia ke Chicago dan pengalaman-pengalaman lainnya yang bikin gue doa dalam hati pas lagi nonton videonya ‘Ya Allah semoga Eka bisa ke Amerika dan kerja di VOA suatu saat nanti. Aamiin. Dan ada sambutan dari Ketua PPIA, Bapak Rudy J.Pesik, lalu ada kata sambutan juga dari Direktur VOA Jakarta, Bapak Frans Padak Demon, nah pastinya sesi yang gue tunggu-tunggu adalah di saat Kak Yurgen Alifia dan Kak Stela membagi cerita mereka. Sayangnya waktu disesi ini sangat sedikit sekali jadi cerita yang di share kurang banyak hahahaha. Dan sesi tersebut juga dibuka sesi Tanya jawab. Mendapatkan kesempatan itu gue tidak menyia-nyiakannya. Gue mengajukan pertanyaan langsung ke Kak Yurgen terkait dengan perbedaan bekerja menjadi jurnalis di Amerika dengan di Indonesia dan juga gue sempat bertanya berapa lama proses penyeleksian sampai akhirnya terpilih menjadi fellow. Menurut jawaban dari Ibu Netty Kalalo (PPIA) proses seleksi dari proses administrasi hingga terpilih menjadi fellow dari Bulan November sampai April lama jugaaa yaaa.)

Dan gue tidak menyia-nyiakan moment tersebut, gue sempat berfoto-foto dengan mantan fellow.

Ini dia foto-foto di acara kemaren.

Akhirnya gue bisa foto bareng sama Kak Yurgen Alifia. (Fellow tahun ke tujuh. Tahun lalu enggak sempet foto bareng. soalnya Kak Yurgen udah kaaabbbborrrrrr dari lokasi kejadian hahaha) *Pas foto ini diambil rasanya gue pengin banget nyubit pipinya Kak Yurgen. Pipinya bikin gemessssssssss wuehehehehehehe

Gue bersama Kak Kartika Octaviana (Jurnalis Metro TV dan fellow tahun ke empat)

Direktur VOA Jakarta, Bapak Frans Padak Demon saat memberikan kata sambutan kedua.

Penandatangan MoU antara Kak Stela Clarisa dengan PPIA & VOA

  • 1 Comments




“Hah??? lo mau ketemu sama jurnalis dari Amerika?” Begitulah pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu teman gue di hari selasa tengah hari bolong.

terus gue jawab “Iya, jurnalisnya dari Amerika.” jawab gue sekenanya.

“Maksud lo bule?” tanya temen gue lagi.

“Bukan.” Jawab gue sekenanya lagi.

“Terus?”

“Dia jurnalis Indonesia, tapi baru balik dari Amerika.”

“Ohhh, cewek atau cowok? cakep?”

“Cowok! Belum tahu. belum liat aslinya.”

“Namanya siapa?”

“Rafki Hidayat.”

“Siapa tuh?”

“Jurnalis.”

“Iya gue tahu, tadi lu kan udah cerita.”

“Kalo mau tahu, besok ikut gue aja ke Pacific Place.”

“Oke.”

percakapan di hari selasa pun selesai!

Dan cerita lengkapnya pun dimulai.

Rabu (23/4) adalah salah satu hari yang cukup membuat gue sangat gembira. Kenapa? karena gue bisa bertemu dengan para jurnalis hebat dari Amerika yang dimiliki sama Indonesia (ceillah bahasa gue kaya orang bener HAHAHA!). Ditemani oleh teman gue Detta akhirnya rencana buat datang ke acara Press Conference PPIA-VOA Broadcasting Fellowship yang diadakan di @Atamerica Pacific Place Sudirman yang sudah gue agendakan sejak tahun lalu akhirnya terwujud. Setiap tahunnya VOA Indonesia yang bekerja sama dengan PPIA (Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika) membuka kesempatan bagi jurnalis muda Indonesia untuk bekerja di VOA Washington DC Amerika (Weiitsss jangan shock gitu dong). Dan sayangnya dari sekian Press Conference PPIA-VOA Broadcasting Fellowship, baru kemaren gue bisa dateng 😦


‘Emang kenapa sih pengen banget ke sana?’ Alasannya adalah gue pengen ketemu sama para mantan fellow (sebutan bagi para peserta VOA Broadcasting Fellowship yang berhasil lolos seleksi dan berkesempatan bekerja di VOA Washington DC) dan pastinya pengen denger cerita-cerita seru dari para Fellow. Gue beruntung kemarin bisa bertemu sama empat mantan fellow diantaranya ada Nurina Savitri, Retno Lestari, Kartika Oktaviana dan juga enggak ketinggalan Kak Rafki Hidayat yang baru hari senin kemarin balik ke tempat asalnya the one and only Indonesia tercintaaaahhh ;).

Sayangnya kemarin gue telat dateng, seharusnya gue sampai jam 2 di sana tapi karena terhalang oleh penyakit Jakarta yang sudah akut apalagi kalo bukan MACET! Gue baru sampai jam setengah tiga lewat. Sesampainya gue di @atamerica gue disambut dengan video dari Kak Rafki yang isinya mempertontonkan kesenangan dan kegiatan-kegiatan yang luarrrrrr biassaaaaaaahhh yang dia alami selama satu tahun di sana (DAN BERHASIL MEMBUAT SELURUH YANG HADIR DI TEMPAT ITU ENVY MAMPUSS TERMASUK GUEEEEEHH! ).

Setelah ada tayangan itu Kak Rafki membagi pengalamannya selama satu tahun di sana dan Yurgen Alifia (Fellow yang terpilih tahun ini) menceritakan betapa antusiasnya dia untuk bisa kerja di VOA (Yaiyaaaaalaaah). Intinya dari session interview kemaren gue bisa mengambil suatu kesimpulan kalo kita mau meraih sesuatu harus berjuang dan kalo gagal coba lagi. Ini gue dapetin dari cerita kak Yurgen yang ternyata sudah pernah dua kali melamar di program Broadcasting Fellowship ini, dan baru ketiga kalinya ia diterima. Sebenarnya gue cukup sering melihat Kak Yurgen melaporkan berita di Metro TV, dan pada saat kemaren gue tahu dia yang menang gue udah ngenalin mukanya (hahaha sok akrab!).

Mau cerita sedikit tentang Kak Rafki haha (maaf ya kak kalo ada yang salah akibat kesotoyan gue), Kak Rafki Hidayat juga merupakan reporter Metro TV dan fellow angkatan ke enam ini lulus dari ITB di jurusan matematika (enggak nyangka orang lulusan matematika tapi orangnya enggak seserius jurusannya, kelihatan dari setiap video yang ada dia, dia selalu penuh dengan ekspresi alias GOKILLLL ! ). Selain itu dia juga berdarah minang. Kesimpulannya adalah dia udah terbiasa merantau, dari Padang, ke Bandung dan nyangkut di Amerika dan Alhamdulillah balik lagi ke Negara asal hahaha).Dan kalo enggak salah tidak hanya bisa bahasa Inggris tapi dia juga bisa bahasa Prancis (Sungguh terlalu hahaha). Ada kesamaan antara gue sama Kak Rafki, menurut cerita dia kemaren, dia dari SMP udah pengeeeeennn banget ke Amerika dan kerja di VOA, bahkan sejak SMP dia juga selalu nonton acara Dunia Kita dan honestly itu juga yang menjadi impian gue dari SMP pengeeeen banget ke Amerika dan kerja di VOA Washington dan gue juga udah ngikutin Dunia Kita dari mulai Dunia kita masih dibawain sama dua host andalannya yakni Mbak Ariadne Budianto sama Mbak Susi Tekunan sampai yang terakhir Dunia Kita dibawain sama Mbak Ariadne Budianto dan juga Kak Rafki. Dan satu lagi kesamaan gue sama dia, Kak Rafki dulu punya keinginan sehabis lulus kuliah pengen kerja di Metro TV dan Alhamdulillah sekarang tercapai.itu pula yang gue inginkan ketika gue lulus kuliah nanti.

Gue adalah penggemar berat acara VOA Indonesia, dari semenjak gue SMP sampai gue kuliah saat ini, gue masih sangat setia mengikuti acara VOA Indonesia. Mulai dari acara yang dulunya ada sampai sekarang udah enggak ada lagi (lebih tepatnya diganti oleh acara VOA Indonesia yang lain) contohnya, seperti acara VOA Pop Notes yang dulu ditayangkan di Jak TV setiap minggu sore yang dibawain sama Kak Vivit Kavi dan suaminya Irfan Ihsan. Acara VOA Pop Notes itu adalah acara gaya Hidup di Amerika Serikat lewat mata anak muda di Amerika.

Nah sekarang diganti sama acara VOA Career Day, yang tayang setiap hari minggu jam 15.00 WIB di Jak TV. Gue hampir enggak pernah ketinggalan nonton acara itu setiap minggunya (ya walaupun kadang-kadang tayangan ulang sih hahaha tapi tetap gue tonton :)), belum lagi dengan acara Dunia Kita yang tayang di Metro TV (terakhir yang gue tahu tayang setiap hari kamis dalam Wideshot Metro TV) dan masih banyak acara-acara VOA Indonesia lain di berbagai stasiun TV Indonesia.

Moment pertemuan gue dengan para fellow tidak gue sia-siakan. Gue sempat sedikit ngobrol-ngobrol dan berfoto-foto dengan mereka dan mereka sangat ramah dan pastinya enggak pelit informasi soal Broadcasting Fellowship ini. Gue sempat ngobrol sama Kak Kartika Oktaviana yang merupakan mantan fellow angkatan keempat (kalo enggak salah) yang juga bareng sama Mahatma Putra dan sekarang bekerja di Metro TV juga. Kak Vina pernah kerja di Kompas TV, dan di Sun TV juga (udah banyak ya pengalamannya). Kalo mau liat Kak Vina nongol di Metro TV tonton aja deh acara Bincang Pagi Metro TV jam 6-8 pagi bareng sama Kak Rory. Kak Retno Lestari mantan fellow angkatan ke lima yang sekarang bekerja di Kompas TV dan dia megang acara olah raga. Kak Vina dan Kak Retno ini sama-sama lulusan UI. Gue sempet nanya ke mereka tips buat bisa kaya mereka gimana dan inilah kata mereka “Yang penting harus bisa bahasa Inggris dan juga banyak baca.” Nah itu pesan-pesan yang sebenarnya cukup sederhana dan harus gue perdalam baik bahasa inggris dan juga memperbanyak pengetahuan.

Dan pasinya gue juga bertanya pada Kakak yang baru saja menyandang status baru “mantan fellow” Kak Rafki Hidayat. Gue sempet nanya tes apa saja yang harus dilalui untuk bisa keterima jadi fellow, dan ia berkata ini saudara-saudara “Tesnya itu essay ada wawancara juga sama orang VOA Indonesia di Jakarta dan DC, dan tes lain-lainnya.” Dan macam-macam pertanyaan lainnya yang gue tanyakan ke dia. Sebenarnya masih banyak sih pertanyaan yang pengen gue tanyain, tapi berhubung banyak teman-teman sejawatnya yang kangen sama dia, kemarin itu dia juga sibuk berfoto-foto. Hahaha.

Pokoknya pengalaman kemarin itu pengalaman yang luar biasa (walaupun gue cuma bisa ngobrol sebentar sama mereka tapi itu sudah menumbuhkan motivasi buat gue yang harus ingat dan percaya sama mimpi! Thank you Kak Rafki, Kak Vina dan Kak Retno buat short sharing nya. :’)

Ini dia hasil foto-foto gue dengan para Fellow (Jurnalis-Jurnalis Hebat dari Amerika ! )
  • 0 Comments
Newer Posts Older Posts Home
BloggerHub Indonesia

About me

Eka-Rahmawati


Eka Rahmawati

"Behind Every Successful Woman, It's Her Self — Unknown


Follow Us

  • instagram
  • Twitter
  • facebook
  • Linkedin
  • YouTube
  • Kompasiana

Banner spot

Blogger Perempuan

recent posts

Labels

Belajar Bareng Buku & Film Cooking digital agency Healthy Kecantikan Kelas Penyiar Indonesia Lomba blog Makan Melancong Produk Lokal Review

Popular Posts

  • Kenalan dengan InShot, Aplikasi Edit Video untuk Pemula yang Mudah Digunakan
  • Senangnya Jadi Narablog di Era Digital
  • 7 Langkah Perawatan Wajah yang Wajib Dilakukan Perempuan

My Portfolio

  • SEO Content Writing 1
  • SEO Content Writing 2

Blog Archive

Eka Rahmawati. Powered by Blogger.

Pageviews

instagram

Created By ThemeXpose | Distributed By Blogger

Back to top