Siapa di antara kamu yang memanfaatkan situasi di rumah aja karena Covid-19 dengan membaca buku sampai selesai? Iya, selesai. Soalnya banyak nih orang (termasuk kadang-kadang saya) yang baca buku ngga kelar-kelar sampai berbulan-bulan, padahal ngaku-nya hobi baca buku :p.
Udah dua bulan lebih di rumah aja saya akhirnya menyelesaikan tiga buku. Dua buku saya beli tahun lalu, satu buku lagi dibeli sebelum pandemi ini masuk ke Indonesia.
Di bulan Mei kemarin saya sempat share tayangan Netflix yang ditonton selama di rumah aja. Nah, kali ini saya mau ngasih tahu tiga buku tersebut. Siapa tahu ada dari kamu yang sudah baca bukunya terus kita bisa balas-balas komentar atau mungkin ada juga yang punya bukunya sejak lama tapi belum selesai atau bahkan belum disentuh sama sekali, terus dengan baca postingan ini jadi pengin baca bukunya.
Oke, daripada kebanyakan intro, langsung aja nih simak review tipis-tipis dari saya.
Oke, daripada kebanyakan intro, langsung aja nih simak review tipis-tipis dari saya.
Happy Lucky Traveler: Kehidupan Adalah Perjalanan - Tatty Elmir
Saya membeli buku ini saat datang ke Big Bad Wolf 2018. Buku dari Mizan ini saya pikir sama seperti buku perjalanan lainnya yang menceritakan sang penulis melalang buana ke suatu negara atau daerah di Indonesia.
Ternyata memang benar, tapi tidak semua bab yang ada di dalam buku ini membahas demikian. Seperti judulnya, Happy Lucky Traveler: Kehidupan Adalah Perjalanan, Mba Tatty Elmir juga memberikan pelajaran bernilai di setiap perjalanan kehidupan. Maksudnya, gimana tuh?
Jadi ada beberapa bagian dalam bukunya yang menjelaskan soal kita dalam hidup ini harus melawan rasa takut, tidak boleh lupa akan tanah air, perbanyaklah melakukan perjalanan, bahkan hingga nasihat mencari jodoh. Bagian saya suka dari buku ini salah satunya pada tulisan yang berjudul "Menyoal Rasa Takut Kita" Saya saat membaca tulisan tersebut terasa tersentil dengan kalimat-kalimat yang disampaikan Mba Tatty. Saya juga jadi berpikir, bahwa sungguh rugilah orang-orang yang banyak takut mencoba berbagai hal di dunia ini.
Terus saya kagum sama pemikiran Mba Tatty di bagian tulisan berjudul Merantaulah Nak! Saya setuju sih dengan yang ada di bagian ini bahwa anak jangan dilarang untuk merantau. Dengan merantau ada banyak pelajaran hidup yang bisa diperoleh, seperti mandiri, tangguh, lebih bijak, bisa lebih toleransi, dan lain-lain.
Membaca buku ini ngga harus dimulai dari bab 1 kok. Tapi bisa dimulai dari bagian mana saja yang ingin dibaca, karena masing-masing kisah perjalanan punya makna tersendiri.
Saya membaca buku Mba Tatty Elmir, timbul pertanyaan di kepala, gimana caranya bertemu atau mendapatkan jodoh yang suka jalan-jalan juga, terus ngasih kesempatan buat istrinya untuk traveling sama temannya disaat sudah menikah dan punya anak? gimana, gimana, gimana? Hal ini karena beberapa cerita, Mba Tatty Elmir mengisahkan jika suaminya sangat pengertian dengan 'hobi' istrinya yang gemar berkelana. Salah satu contohnya di tulisan dengan judul Sebelum Menutup Mata, sang suami mengizinkan Mba Tatty pergi ke Palestina (meskipun ada syaratnya) untuk melakukan misi kemanusiaan. woow banget kan!
Kalau ada yang tahu gimana cara mendapatkan suami seperti itu, tolong kasih tahu saya apa kiatnya, ya :)
Jujur saja, saya agak sedih atau kesal kalau baca buku yang membahas soal traveling. Bukan sedih atau kesal sama bukunya, tapi sama diri saya sendiri. Alasannya, kenapa saya baru mulai traveling diumur 24 tahun? Kenapa saya ngga belajar giat buat bisa dapat beasiswa keluar negeri? Kenapa saya pemalu dan takut gabung ke komunitas backpacker? dan kenapa-kenapa lainnya. Yaudahlah ya, semua itu tidak perlu disesali dan perbanyak bersyukur karena ada banyak nikmat yang saya peroleh di hidup ini.
Ternyata memang benar, tapi tidak semua bab yang ada di dalam buku ini membahas demikian. Seperti judulnya, Happy Lucky Traveler: Kehidupan Adalah Perjalanan, Mba Tatty Elmir juga memberikan pelajaran bernilai di setiap perjalanan kehidupan. Maksudnya, gimana tuh?
Jadi ada beberapa bagian dalam bukunya yang menjelaskan soal kita dalam hidup ini harus melawan rasa takut, tidak boleh lupa akan tanah air, perbanyaklah melakukan perjalanan, bahkan hingga nasihat mencari jodoh. Bagian saya suka dari buku ini salah satunya pada tulisan yang berjudul "Menyoal Rasa Takut Kita" Saya saat membaca tulisan tersebut terasa tersentil dengan kalimat-kalimat yang disampaikan Mba Tatty. Saya juga jadi berpikir, bahwa sungguh rugilah orang-orang yang banyak takut mencoba berbagai hal di dunia ini.
Terus saya kagum sama pemikiran Mba Tatty di bagian tulisan berjudul Merantaulah Nak! Saya setuju sih dengan yang ada di bagian ini bahwa anak jangan dilarang untuk merantau. Dengan merantau ada banyak pelajaran hidup yang bisa diperoleh, seperti mandiri, tangguh, lebih bijak, bisa lebih toleransi, dan lain-lain.
Membaca buku ini ngga harus dimulai dari bab 1 kok. Tapi bisa dimulai dari bagian mana saja yang ingin dibaca, karena masing-masing kisah perjalanan punya makna tersendiri.
Saya membaca buku Mba Tatty Elmir, timbul pertanyaan di kepala, gimana caranya bertemu atau mendapatkan jodoh yang suka jalan-jalan juga, terus ngasih kesempatan buat istrinya untuk traveling sama temannya disaat sudah menikah dan punya anak? gimana, gimana, gimana? Hal ini karena beberapa cerita, Mba Tatty Elmir mengisahkan jika suaminya sangat pengertian dengan 'hobi' istrinya yang gemar berkelana. Salah satu contohnya di tulisan dengan judul Sebelum Menutup Mata, sang suami mengizinkan Mba Tatty pergi ke Palestina (meskipun ada syaratnya) untuk melakukan misi kemanusiaan. woow banget kan!
Kalau ada yang tahu gimana cara mendapatkan suami seperti itu, tolong kasih tahu saya apa kiatnya, ya :)
Bukan niat untuk promosi diri, tapi saya tipikal cewek yang ngga gampang ngeluh kalau harus jalan kaki jauh dan panas-panasan (asal tujuannya jelas), mau tidur di tempat menginap yang ngga bagus-bagus amat demi melihat suatu tempat yang saya belum kunjungi. Karena saya lebih mementingkan pengalaman wisatanya sih.
30 Hari Bersama Bluebell: Sebulan Keliling United Kingdom Bersama Mobil Berusia 18 tahun - Ukirsari
Kalau kamu suka sama cerita perjalanan yang disisipi dengan informasi sejarah yang cukup kental, buku 30 Hari Bersama Bluebell: Sebulan Keliling United Kingdom Bersama Mobil Berusia 18 tahun karya dari mantan jurnalis Kompas Gramedia, Mba Ukirsari bisa kamu nikmati.
Saya beli saat tak sengaja mampir ke Gramedia Blok M dekat kantor sebelum pandemi ini muncul di Indonesia.Terus tergelitik sama judul di bawahnya 'Sebulan Keliling United Kingdom Bersama Mobil Berusia 18 tahun'. Kenapa? karena Saya tahun ini sebenarnya ada rencana mau ke UK, akhirnya harus diundur tahun depan (Mudah-mudahan terlaksana) karena adanya Covid-19 ini.
Pikir saya buku ini bisa jadi bekal destinasi, kalau tahun depan saya jadi berkunjung ke Inggris dan sekitarnya. Ternyata, Mba Ukirsari yang melakukan perjalanan bersama sang suami tercinta Nick dan juga mobil kesayangan yang diberi nama Bluebell (mobil Ford Fiesta berwarna biru yang sudah berusia 18 tahun. Bluebell merupakan mobil pertama yang dibeli Nick dari tabungan hasil jerih payahnya) ini melakukan perjalanan untuk bernostalgia dan mengunjungi beberapa tempat yang belum pernah didatangi di UK sebelumnya.
Dengan tebal 332 halaman, pembaca akan diajak berkenalan dengan destinasi yang ada di UK (tepatnya Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara). Jujur saya kagum dengan kemampuan Mba Arie yang tahu banyak soal sejarah tempat di UK.
Menariknya lagi, cerita-cerita di dalam buku ini juga dibumbui dengan berbagai pengetahuan akan film, aktor, penyanyi, dan lainnya yang berkaitan dengan tempat yang dikunjungi. Saya terkadang saat membaca judul film, nama aktor atau penyanyi yang tidak ketahui dalam buku ini, langsung mencarinya di Google.
Belum lagi terkadang saya dibuat iri dengan 'keromantisan' Nick dan Mba Arie sebagai suami dan istri yang hobi pelesir ke berbagai tempat di dunia. Mereka sangat kompak sekali sebagai traveler. Ada banyak sekali kesamaan di antara mereka.
Dalam hati saya ngebatin, ya Allah, semoga suami saya kelak orang yang suka traveling juga dan menganggap jika jalan-jalan merupakan suatu kebutuhan bukan hanya sekadar hiburan semata yang menghabiskan uang. Atau seenggaknya, mengizinkan saya untuk tetap jalan-jalan keluar kota atau keluar negeri nanti meskipun sudah menikah dan punya anak. Muluk ngga sih?
Oke balik lagi ke bukunya. Di dalamnya saya juga mendapatkan pelajaran jika dalam melakukan traveling bersama pasangan itu, tidak selalu harus pihak laki-laki yang membiayai semua kebutuhan. Tapi Mba Arie dan Nick bahu membahu atau secara bergantian membayar makan dan kebutuhan lain selama perjalan satu bulan mereka berkeliling United Kingdom.
Belum lagi pesan di mana saat kita traveling itu kita harus percaya sama insting. Percayalah bahwa di luar sana banyak orang jahat tapi ada lebih banyak lagi orang baik di sana.
Daya tarik buku ini juga ditambah dengan perbedaan budaya di antara Mba Arie yang merupakan orang Indonesia dengan Nick yang memang orang UK. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang bikin saya jadi mikir, wah seru sekali ya, kehidupan Mba Arie dan Nick ini.
Sayangnya dalam buku ini gambar yang disajikan tidak berwarna dan tidak ada caption. Jadi terkadang saya bingung, foto ini diambil di daerah mana.
Sekali lagi, kalau kamu suka dengan tema tulisan perjalanan yang kaya akan pengetahuan sejarahnya, buku ini cocok untuk kamu. Tapi kalau kamu lebih suka dengan buku traveling yang lebih banyak menceritakan keindahan suatu tempat, makanan khas, dan kisah-kisah perjalanan pada umumnya, mungkin beberapa bab yang ada di bagian buku ini sedikit menjenuhkan.
Buku dengan tebal 221 halaman dan terbagi ke dalam tiga bagian, yakni Vegetarian, Tanda Lahir Kebiruan, dan Pohon Kembang Api ini telah 'menipu' saya. Awalnya saya kira buku ini akan menceritakan kisah romantis seorang 'penganut' vegetarian (ini terpengaruh dari covernya yang ada simbol bunga merekah. Hal ini makin meyakinkan saya dengan perumpamaan, don't judge the book by it's cover!) Ternyata saya salah. Diawal membaca buku ini saya sudah dibuat bingung oleh tokoh utama Kim Yeong Hye, seorang istri yang biasa-biasa saja, tidak cerewet, kalem, pintar memasak, dan patuh.
Di bab Vegetarian dimulai menceritakan tentang kehidupan rumah tangga Kim Young Hye dengan suaminya yang berjalan baik-baik saja namun membosankan karena pasangan ini tidak sering berkomunikasi layaknya suami istri pada umumnya.
Di suatu malam Young Hye bermimpi aneh dan membuatnya malah membuang semua daging maupun semua makanan yang memiliki unsur daging. Sang suami tentunya dibuat pusing bukan kepalang dengan tingkah istrinya. Saat suami bertanya pada Young Hye apa yang terjadi, ia hanya menjawab aku bermimpi.
Young Hye juga membuat kaget seluruh anggota keluarganya pada saat kumpul keluarga, ia menolak memakan daging. Perilaku sang anak membuat sang ayah malu pada menantunya dan membuatnya marah sekali. Dan hal yang paling mengerikan dalam novel ini menurut saya di mana saat Young Hye menggores urat nadinya sendiri dengan benda tajam karena dipaksa ayahnya makan daging.
Sungguh saya dibuat tak habis pikir dengan si Young Hye. Pada bagian ini saya sungguh gregetan sama si Young Hye, kenapa tidak menceritakan saja mimpinya pada suami atau anggota keluarga lainnya untuk dicarikan solusi atau ditenangkan, sehingga dia tidak perlu merepotkan semua orang, at least tak perlu merugikan dirinya sendiri.
Kebingungan sekaligus geregetan saya juga makin muncul membaca bab kedua Tanda Lahir Kebiruan dengan tingkah kakak ipar Young Hye, yang merupakan seniman. Dia sekonyong-konyong minta si Young Hye jadi model lukisan. Ini bukan lukisan biasa tapi kakak ipar yang tidak diketahui namanya itu melukis berbagai bunga dan gambar lainnya di tubuh Young Hye tanpa sehelai kain pun! Tentu kamu pasti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan?
Dibab ketiga emosi saya kembali dipermainkan dengan sosok kakak Young Hye yang begitu sabar, tabah, tapi rapuh menghadapi Young Hye yang akhirnya berada di rumah sakit jiwa dan ia bercerai dari suaminya. Jujur saja, jika saya berada di posisi kakak Young Hye di mana harus mengurus adik yang ternyata mengidap skizofrenia, bercerai dengan suaminya, harus mengurus anak semata wayang, serta mengurus toko mungkin saya sudah tidak kuat.
Well, dibalik kerumitan kisah yang ada di novel Vegetarian, saya akui Han Kang sungguh apik menuliskan berbagai dinamika konflik yang dialami setiap tokoh. Ide cerita yang begitu unik dan mampu mempermainkan emosi pembacanya (setidaknya saya). Mungkin inilah yang membuat ia bisa berhasil memenangkan penghargaan Man Booker International Prize atas karya Vegetarian ini.
Baca juga: 5 Buku untuk Perempuan Rayakan International Women's Day!
Di bab Vegetarian dimulai menceritakan tentang kehidupan rumah tangga Kim Young Hye dengan suaminya yang berjalan baik-baik saja namun membosankan karena pasangan ini tidak sering berkomunikasi layaknya suami istri pada umumnya.
Di suatu malam Young Hye bermimpi aneh dan membuatnya malah membuang semua daging maupun semua makanan yang memiliki unsur daging. Sang suami tentunya dibuat pusing bukan kepalang dengan tingkah istrinya. Saat suami bertanya pada Young Hye apa yang terjadi, ia hanya menjawab aku bermimpi.
Young Hye juga membuat kaget seluruh anggota keluarganya pada saat kumpul keluarga, ia menolak memakan daging. Perilaku sang anak membuat sang ayah malu pada menantunya dan membuatnya marah sekali. Dan hal yang paling mengerikan dalam novel ini menurut saya di mana saat Young Hye menggores urat nadinya sendiri dengan benda tajam karena dipaksa ayahnya makan daging.
Sungguh saya dibuat tak habis pikir dengan si Young Hye. Pada bagian ini saya sungguh gregetan sama si Young Hye, kenapa tidak menceritakan saja mimpinya pada suami atau anggota keluarga lainnya untuk dicarikan solusi atau ditenangkan, sehingga dia tidak perlu merepotkan semua orang, at least tak perlu merugikan dirinya sendiri.
Kebingungan sekaligus geregetan saya juga makin muncul membaca bab kedua Tanda Lahir Kebiruan dengan tingkah kakak ipar Young Hye, yang merupakan seniman. Dia sekonyong-konyong minta si Young Hye jadi model lukisan. Ini bukan lukisan biasa tapi kakak ipar yang tidak diketahui namanya itu melukis berbagai bunga dan gambar lainnya di tubuh Young Hye tanpa sehelai kain pun! Tentu kamu pasti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan?
Dibab ketiga emosi saya kembali dipermainkan dengan sosok kakak Young Hye yang begitu sabar, tabah, tapi rapuh menghadapi Young Hye yang akhirnya berada di rumah sakit jiwa dan ia bercerai dari suaminya. Jujur saja, jika saya berada di posisi kakak Young Hye di mana harus mengurus adik yang ternyata mengidap skizofrenia, bercerai dengan suaminya, harus mengurus anak semata wayang, serta mengurus toko mungkin saya sudah tidak kuat.
Well, dibalik kerumitan kisah yang ada di novel Vegetarian, saya akui Han Kang sungguh apik menuliskan berbagai dinamika konflik yang dialami setiap tokoh. Ide cerita yang begitu unik dan mampu mempermainkan emosi pembacanya (setidaknya saya). Mungkin inilah yang membuat ia bisa berhasil memenangkan penghargaan Man Booker International Prize atas karya Vegetarian ini.
Baca juga: 5 Buku untuk Perempuan Rayakan International Women's Day!