Elevating Eco-Warriors as Digital Storytellers

 Green content is contagious.

Untuk memulai green content selalu mulailah dari based on your calling

Karena jangan sampe mau menyebarkan konten keberlanjtan hanya karena ikut tren aja. Jadi bener2 harus dari diri sendiri yang emang mau tahu, crisis enough, emang kita lakuin untuk tahu lebih jauh dan menggali lebih dalam dari orang2 lain yang juga jalanin yang sama. So, think green, surround your self with the greeners, dan do the green.

Creating a content itu sama dengan adding noice in digital world. Apapun konten yang kita buat, konten tersebut akan menambahkan keramaian di dunia digital. Sipapun itu. Semua orang temanya akan beda-beda. Ada yang mungkin ketemu akun kita dari fyp konten kita, ada yang dapat konten kita dari dishare temennya, baru dapat konten kita.

Ketika kita bikin konten, apapun kontennya mau itu a day in my life, mau dia joget2, mau ttg pilah sampah itu sama aja kita meramaikan dunia digital. Konten yang kita buat itu mesti valuable enough untuk dishare.

Ketika kita bikin educational content itu something yang lebih advanced dibanding bikin konten vloging biasanya. Karena bikin educational content itu ada materi yang mungkin untuk orang lain agak berat, mungkin theoretical, atau ada istilah yang orang baru tahu sehingga susah untuk dicerna dengan mudah orang lain.

Untuk membuat content yang educational, banyak orang-orang tuh kontennya seolah2 terkesan menggurui, mungkin juga dia terkesan judging others. Hal-hal ini yang mungkin saja terjadi ketika membuat educational content.

Jadi, kita harus punya prinsip orang lain harus ngerti sama apa yang gue share, bukan menunjukkan yang paling tahu ke orang-orang lain. lebih merangkul, tone of voicenya, cara bertuturnya, sehingga jangan sampai ada kesan kita yang paling tahu daripada orang-orang lain.

Jadi, ketika membuat konten, pikirin bahwa can people understand this? apakah konten ini bisa setidaknya nyangkut atau  nempel di kepala mereka, atau apakah mereka bisa implementasi konten ini, ataukah bahasanya terlalu susah dan lain-lain.

Be concious on what you creating. Karena kita nambahin noice di dunia digital, make it valuable to consume dan buat itu high quality content. Prinsip dari Mbak Chintya dari 2018 sampe sekarang, mending nggak upload content seminggu, daripada gue harus bikin konten asal upload yang penting ada. Mungkin dikasih quotes aja.

Karena yang penting adalah ketika upload konten, konten itu harus valuable untuk orang yang lihat dan diri kita sendiri dan high quality. High quality itu bukan Cuma kamera yang bagus, suara yang jelas, tapi high quality juga harus punya purpose. Jadi mindsetnya jangan bikin konten untuk memenuhi timeline feed aja.

Virality is magic bell dan formulanya tuh gak nemu. Karena beda platform beda caranya untuk viral. Tapi ada satu insight yang cukup menohok yaitu going viral itu adalah satu hal yang menyenangkan karena kitab isa dapat banyak komen, views, likes, kita bisa dapat attention, dll

Tapi ada satu sisi di mana kita diajak mikir bahwa apakah mereka itu adalah engage audiens kita, atau dia tuh Cuma mampir di satu konten terus mereka pergi, udah selesai.

Jadi daripada focus bikin konten viral, mending focus bikin konten yang added value dengan membuat konten yang bervalue dan high quality untuk diri sendiri maupun yang nonton. Karena ketika kita ngasih value ke orang, people will stick on our content and long term investment. Gak karena konon kalo viral content video itu satu video aja, kemudian dia naik, kemudian pas upload video lain dia melempem. Kontennya gak naik, mungkin ada value gak sejalan dan gak sama rata, sehingga orang2 tuh nggak stick around sama akun kita, jadinya gak jadi followers dan nggak ditungguin. Sehingga orang-orang bingung ini akun kita mau posting apa.

Start drafting

Attention spend manusia itu sekarang Cuma 8 seconds and we know that sustainability is not common talk for everyone. Kadang2 orang berpikir kalo sustainability itu banyak yang ngira topik ini topik tua/old, berat, tapi karena sekarang banyak disuarakan oleh banyak orang terutama gen milenial dan z. Sekarang topik ini jadi lebih common. Tapi tetep aja topik ini bukanlah topik semua orang di dunia digital saat ini. Kalo mau bikin green content need to steal people attention.

Untuk nyari ide, biasanya di dua tempat yaitu dalam diri dan eksternal. Dari dalam diri bisa cari keresahan berdasarkan pengalaman atau apa yang bisa jadi ketertarikan kita yang bisa berhubungan dengan dengan sesuatu yang jadi highlight konten atau highlight persona. Karena kita biasa ngomong minimalism and sustainability so aku cari-cari lagi sebenarnya ada gak ya dari dalam diri yang bisa di eksplore sehingga bisa menjadi idea content selanjutnya. Contohnya experience, value, atau mungkin expertise kita (misalnya aku biasa jadi pembicara ttg minimalism dan sustainable living, mungkin aku bisa sharing ttg audience-audience baru yang aku terima pengalaman2 temen2 untuk jadi konten selanjutnya. Jadi, nggak harus mencari keluar atau nyari2 apa sih yang lagi tren saat ini.

Look outside

Dia bisa jadi idenya berasal dari luar diri kita. Contohnya masalah di sekitar kita (TPA terbakar), sesuatu yang lagi tren, stich konten,itu adalah ide2 yang muncul di luar dari kita. Jangan sampe lupa juga di dalam diri kita ada sesuatu yang bisa memunculkan trigger content ideas.

Dalam membuat content sebaiknya kita perlu membuat content pillar, salah satunya unusual content untuk stealing people attention.

Unsual content itu maksudnya konten yang gak biasa yang orang tuh merasa unik atau yang nggak biasa orang tahu atau orang pake.

Eco habit dan mindset content salah satu contoh look inside mencari narasi. Product recommendation dibikin se-light mungkin sehingga tetap steal people attention.

Kalo di LWL kita juga ttp harus ngasih eco therminilogy tapi dibungkus dengan narasi yang lebih casual. Karena sekarang orang-orang gamu nonton yang berat atau theory.

Riding on trend, ternyata bikin green content bisa ikutin tren (riding the hype), jadi kalo ada tren sesuatu kita bisa pikirin gimana caranya, si idea atau persona yang kita bawa itu bisa nebeng ke tren tersebut tanpa terlihat cringe.

What should narasi should be

Baik narasi di LWL, Bersaling-silang, maupun di akun pribadi narasinya kalo ngomongin educational content meski honest. Jadi kita bener2 lakuin do the green, surround our self with the greeners. Jadi kita bener2 melakukan itu baru bisa bercerita. Jangan bikin konten yang kita gak lakuin, misalkan bikin konten tentang milah sampah, tapi temen2 gak lakuin dan bisa jadi boomerang dan bisa terlihat gak natural.

Casual

Karena gak ada yang mau dengerin conten terlalu berat dan dinarasikan juga gak fun.

Contoh tone of voice dari green contet yang ada disekitar chintya. Ton of voice yang humble dia sharing ttg green tapi tanpa taking others yang berbeda mungkin belum memulai ttg sustainable living. Trs ada juga yang kalo bikin content itu bold. Dia selalu meningkatkan urgensi kenapa harus melakukan green action kenapa harus mulai sekarang,karena climate crisis is real. Contoh yang Singapore airlines yang berhubungan dengan crisis climate.

Ada juga yang cara ngomongnya frightening. Banyak orang yang bawain green content dengan using the scariest effect. Misalnya kayak kalo kita gak begini nanti kitab isa lho berdarah2 dll. Dia mencoba ambil angle atau fenomena terburuk yang terjadi kalo kita gak lakuin aksi green sekarang juga.

Content production

Biasanya membuat roadmap/keyword.

Misalnya thinwall diganti dengan packaging dari sampah ampas tebu, pengganti Styrofoam dan plastic yang bisa dikompos. Coba bikin roadmap untuk menentukan apa saja angle yang bisa dibuat. Dari satu topik aja bisa dapat sub-sub topik yang bisa dibuat.

Write down the key message adalah hal yang paling penting kadang2 kita nggak tahu apa perpose dari konten kita apa. Misalnya mau ngasih tahu pilah sampah tapi apa key message? Apalagi kalo udah inject endorsement. Kadang2 ngomongin milah sampah tapi mau diinject waste management tertentu.Itu suka bias dan kontennya kemana2 atau too much information. Itu terlalu susah untuk ditelan untuk dikonsumsi oleh viewers. Jadi kita harus tahu key messagenya apa. Key message itu bikinlah 1 paragraf yang bisa menggambarkan konten kamu itu konten apa dan tujuannya apa.

Scene to Scene itu harus jelas. Kayak scene 1 ngapain, vo ngapain, visualnya ngapain, sehingga bisa menggambarkan key message yang mau disampaikan.

Nulis headline dan sub copy

Headline mesti keep it short, to the point and snackable karena Cuma 8 detik saja.

Hook itu kalo di video Instagram itu 5-10 detik pertama itu adalah hook video gak harus clickbait, 70 persen key messagenya di situ.

Caption di bagian awal adalah hooknya, informasi, problem dan solution, cta.

QnA: 13.20 recording 39

Ngukur impact

Jadi, dalam 1 konten bukan hanya diukur berapa like, komen, maupun engagement lainnya, tp qualitynya misalnya banyak yang tersentuh dan ngeshare panjang testimoninya. Jadi kitab isa tahu impact yang dihasilkan seperti ini.

Kalo banyak ide, kita runut idenya supaya bisa lebih jelas mana message yang mau kita sampaikan. Jadi kerjakan 1 per satu.

Teknik mendengarkan dan observasi itu sangat penting dalam proses pembuatan film dokumenter.

Konten ada yang bentuknya opini dan menyampaikan apa yang menurut kita benar. Kalo di dokumenter sendiri kita gak bisa punya opini. Kita perlu cari orang yang tepat di luar dan kita menyampaiakn opini kita melalui suara orang lain. Itu yang dilakukan oleh pembuat film dokumenter. Cara yang paling bagus untuk menyampaikan pesan lewat mendengarkan. Yang paling penting untuk membuat film dokumenter itu Teknik mendengarkan dan mengobservasi harus dilakukan.

Jadi kalo lagi di interview penting buat dengerin subjek. Kadang kalo kita udah prekonsepsi misalnya kita jurnalis atau content creator kita datang ke suatu tempat, menurutku pilah sampah tuh begini. Jadi datang langsung udah punya harus begini jadi kita nggak pengen belajar datang ke seseorang, kita pengennya apa yang ada di kepala kita dibenarkan sama orang itu.

Kalo kita melihat fenomena yang terjadi sekarang konten-konten creator di Indonesia banyak yang bagus dan bisa belajar banyak dari masyarakat adat, jadi kitab isa belajar dari kebiasaan orang lokal.

Jadi kita perlu dengerin aja meskipun kadang gak make sense tapi lama2 bisa diambil kebijaksanaannya. Prekonsepsi kita perlu disingkirin dulu atau yang menurut kita bener singkirin dulu. Pas datang ke lokasi dengerin dulu.

Pas kita datang makanya santai atau jeda dulu.

Buat pembuat film dokumenter atau content creator yang mau dokumentasiin orang penting untuk nyari subjek yang bagus. Karena kadang ada cerita yang bagus tapi subjeknya nggak artikulatif. Jadi sayang maksain cerita yang bagus tapi sebenarnya nggak bisa diceritakan.

 

Bagaimana cara membuat ciri khas konten di Tengah banyaknya content creator yang juga banyak membahas sustainable?

Bahas sesuai personanya dan bikin signature content, signature seragam, signature hook, untuk menjaga keberlangsungan konten

 

 

 

You Might Also Like

0 comments